Nabi Muhammad SAW Sebagai Pemimpin Agama Dan Pemimpin Negara
risalah
ilahi masih berbentuk lokal. Maksudnya para rasul
masih diutus untuk kaumnya masing-masing. Para rasul itu menyeru hanya kepada
kaumnya, sebagaimana yang dikisahkan Allah dalam Al Qur’an dari mulai Nuh, Hud,
Syu’aib, sampai Shalih. Seruan mereka berbunyi, “Wahai kaumku!” dan
begitu juga Nabi Isa, sebagaimana diriwayatkan, berkata, “Aku diutus karena
penyelewengan Bani Israil yang sesat.” Namun setelah diutusnya Nabi
Muhammad SAW, risalah ilahi dibawah naungan Islam beralih dari
kerangka yang bersifat kesukuan menjadi kemanusiaan. Karena itu seruannya
menjadi, “Wahai manusia!” Jadi seluruh manusia diharuskan mengikuti
satu Rasul, yaitu Muhammad SAW. Karena itu tidak ada rasul sesudahnya dan tidak
diterima mengikuti rasul-rasul sebelumnya.
Allah SWT berfirman:
مَاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ
مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلكِنْ رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّينَ …
Artinya: “Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [QS.Al-Ahzab: 40]
Islam yang lahir atas dasar rahmatan
lil alamin diharapkan mampu menyejahterakan manusia dalam segala hal.
Karena itu ajaran Islam merupakan suatu sistem normatif dimana agama
berhubungan secara integral dengan segala bidang kehidupan umat Islam, seperti
politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan keluarga, seperti dirumuskan oleh Sa’ad
Hawwa dalam kitab ”Al-Islam”nya.
Adalah suatu ciri khas ajaran
Islam seperti yang dipopulerkan oleh Dr.Yusuf Al Qardhawy dalam “Khashaish
Ammah Li Dinil Islam” dan sebagaimana disimpulkan oleh John L. Esposito
dalam “Islam and Development; Religion and Sociopolitical Change”
adalah keyakinan bahwa agama Islam itu merupakan suatu cara hidup dan tata
sosial yang menyeluruh. Agama yang memiliki hubungan yang integral dan organik
dengan politik dan masyarakat. Ideal Islam ini tergambar dalam dinamika hukum
Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup, dimana termasuk di
dalamnya tugas seorang muslim terhadap Allah [Hablun Minallah; shalat,
puasa, haji, dll.] dan tugasnya terhadap sesama manusia [Hablun Minannas; hukum
keluarga, hukum perdata, pidana, hukum politik, dsb.].
Kejayaan Islam yang terukir
dalam sejarah peradaban manusia tentu tidak terlepas dari peran dan
sepak-terjang Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa pesan kebaikan, kebenaran,
dan rahmat dari Allah SWT. Dan bukti-bukti kejayaan itu hingga kini
dapat dirasakan oleh siapa saja yang bermaksud menggalinya; sejak dari
peradaban umat manusia hingga warisan agama yang oleh Voltaire disebut warisan
agama alami yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Menurut Marshall G. Hodgson,
ahli sejarah [konsentrasi] peradaban Islam, sebagaimana yang dikutip
Dr. Nurkholish Madjid dalam salah satu tulisannya, bahwa kesuksesan
kepemimpinan Nabi Muhammad dalam menaklukkan manusia adalah demi membebaskan
mereka dari belenggu kebodohan dan kegelapan dengan landasan cinta kasih,
keimanan, dan niat tulus. Meskipun mengalami berbagai hambatan dan rintangan,
namun dakwah dan kepemimpinan beliau begitu mudah diterima oleh umat manusia.
Sehingga tak heran, dalam kurun waktu tak lebih dari 23 tahun, ajaran agama
Islam dengan mudah tersebar ke penjuru dunia.
Oleh sebab itu, adalah merupakan
suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk mengetahui sejarah sukses kepemimpinan
Nabi Muhammad SAW, baik sebagai pemimpin agama maupun sebagai pemimpin Negara,
sehingga dengan begitu diharapkan mampu diterapkan dan diteladani dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam berbangsa, lebih-lebih dalam beragama.
A- KONDISI POLITIK DAN
SOSIOKULTURAL PRA-ISLAM
Sebelum membahas eksistensi Nabi
Muhammad SAW baik sebagai pemimpin Islam maupun pemimpin Negara, ada baiknya
kita sedikit menoleh ke belakang, menelusuri sejarah keadaan masyarakat manusia
menjelang kelahiran beliau. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para sarjana
arkelogi dengan banyaknya menggali dan mempelajari masalah peradaban-peradaban
manusia zaman dahulu. Dan mereka sepakat menyimpulkan bahwa ternyata sejak
ribuan tahun lalu, peradaban-peradaban manusia itu sudah begitu berkembang dan
tersebar hingga ke pantai-pantai laut tengah dan sekitarnya di Mesir, di Asiria
dan Yunani. Bahkan hingga kini pun perkembangannya tetap dikagumi dunia. Sejak
dari perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian,
perdagangan, peperangan, serta dalam segala bidang kegiatan manusia lainnya.
Dalam kitab “Hayatu Muhammad”
karya Muhamamad Husain Haekal disebutkan bahwa semua peradaban itu sumber dan
pertumbuhannya selalu berasal dari agama, Sehingga dalam lingkungan itulah
dilahirkan para Rasul yang membawa agama-agama yang kita kenal sampai saat ini.
Seperti di Mesir dilahirkan Nabi Musa, dan di Palestina dilahirkan Nabi Isa.
Ajaran-ajaran agama itu terus
bertahan dan berkembang di bawah kekuasaan raja-raja kala itu. Misalnya
Kerajaan Romawi yang membawa panji agama Nasrani, maka seluruh masyarakat
kerajaan tersebut telah menganut agama Nabi Isa ini. Sehingga dengan demikian
semakin mempermudah agama Nasrani berkembang hingga sampai ke Mesir, Syam
[Suria, Libanon dan Palestina] serta Yunani, dan dari Mesir menyebar pula ke
Ethiopia. Dan semua yang berada di bawah panji kerajaan Romawi dan yang ingin
mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan kerajaan ini berada di bawah
panji agama Masehi itu.
Meskipun agama Masehi berada di
bawah pengaruh Romawi, namun dalam waktu bersamaan agama Majusi juga tumbuh di
Persia, bahkan mendapat dukungan moril dari Timur Jauh dan India, sehingga
paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sangat mewarnai berbagai kerajaan
kala itu. Namun mereka tetap saling menghormati kepercayaan masing-masing, dan
satu sama lain tidak saling mempengaruhi kepercayaan atau peradaban, sekalipun
peperangan antara mereka itu berlangsung terus menerus sampai sekian lama. Dan
keadaan serupa itu terus berlangsung sampai abad ke-6 Masehi.
Memasuki abad ke-6 Masehi
berbagai permasalahan politik, keagamaan hingga budaya terus menerus mengalami
kemunduran. Motivasi yang menyimpang dari para penguasa kala itu turut
memperparah kondisi masyarakatnya. Masyarakat saat itu sangat mudah terpecah
belah dan terkotak-kotak. Dan agama pun ikut pula terpecah belah ke dalam
golongan-golongan dan sekte-sekte. Keadaan ini terus saja berlanjut hingga
memasuki pertengahan abad ke-6 Masehi.
Gambaran dunia politik menjelang
pertengahan abad ke-6 sesudah Masehi, terbukti bahwa dunia berada dalam keadaan
gelap dan parah dengan takhayul yang merusak kehidupan spiritual manusia.
Keserakahan dan tirani telah menjarah kesejahteraan moralnya, dan penindasan
telah melumpuhkan mayoritas penduduknya. Bangsa-bangsa yang dahulu pernah
merdeka dan produktif peradaban-peradaban tertua di dunia, seperti Asyria,
Thunisia, dan Mesir, kini tak berkutik di bawah cengkeraman serigala Romawi.
Sementara peradaban Babylonia, yang menderita akibat dominasi Persia yang
sama-sama tiraninya, hanya dibolehkan hidup marginal (pas-pasan), sementara
semua kekayaan negerinya, tanah subur antara dua sungai (Eufrat dan Tigris)
disedot untuk memenuhi perbendaharaan para kaisar Persia dan kaki tangannya. Di
lingkungan Romawi, kaum elite yang memiliki banyak budak tenggelam dalam
kekayaan yang luar biasa dan bebas dari pajak. Sedangkan penduduk (pribumi)
yang berdominasi harus memiliki semua beban pajak; mereka terbebani secara amat
berlebihan secara fisik maupun finansial.
Sementara kondisi sosiokultural,
sepeninggalan Nabi Isa, ajaran agama Allah yang dibawa dan disiarkannya makin
lama makin luntur dan cahayanya makin suram. Manusia berangsur-angsur menjauhi
dan menyimpang dari ajaran agama yang benar, perlahan-lahan dibawa oleh hawa
nafsunya ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan. Perikemanusiaan mengarah
kepada sifat kebinatangan dan kebuasan, yang kuat menindas yang lemah, yang
kaya memeras yang miskin, yang kuasa menginjak-injak yang dikuasainya, sehingga
persaudaraan menjadi permusuhan, persatuan menjadi perpecahan, kesayangan
menjadi kebengisan, dan penghambaan kepada Allah menjadi penghambaan kepada
sesama manusia, berhala, api, binatang, kayu, dan batu. Demikianlah gambaran
dunia, lima ratus tahun sesudah Nabi Isa di Eropa dan Afrika, di Persia dan
Asia umumnya. Lebih-lebih di Tanah Arab pada zaman Jahiliyah, suatu zaman yang
gelap gulita yang diliputi kebodohan dan keterbelakangan.
B- KELAHIRAN MUHAMMAD
BIN ABDULLAH
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Muhammad Sulaiman Al-Mansyurfury dan astronom Mahmud
Basya, sebagaimana dikutip oleh Syekh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfury dalam
Sirah Al-Nabawiyah bahwa Nabi Muhammad SAW lahir di keluarga Bani
Hasyim di Makkah, pada Senin pagi, 9 Rabi’ul Awwal, permulaan tahun gajah,
bertepatan 20 atau 22 April 571 M. Dalam catatan kakinya, Shafiyur Rahman menuliskan
bahwa terdaptnya perbedaan mengenai tanggal bulan kelahiran Nabi SAW disebabkan
perbedaan dalam kalender Masehi.
Seperti yang telah diketahui
bahwa semasa beliau masih dalam kandungan Ibunya Aminah, ayah Muhammad, Abdullah
telah terlebih dahulu meninggal dunia. Dan setelah lahir, ia sempat disusui
beberapa hari oleh Tsuwaibah, hamba sahaya Abu Lahab, yang kebetulan sedang
menyusui anaknya bernama Masruh, yang sebelum itu wanita ini juga menyusui
Hamzah bin Abdul Muthallib. Setelah itu, wanita ini juga menyusui Abu Salamah
bin Abdul Asad Al-Makhzumy. Selanjutnya, Abdul Muthallib kembali mencari
perempuan lain yang bisa menyusui Muhammad kecil. Dia meminta Keluarga (Bani)
Sa’ad yaitu Halimah binti Abi Dhzua’ib, dengan didampingi suaminya Al-Haritsh
bin Abdil Uzza yang bergelar Abu Kabsyah dari kabilah yang sama. Muhammad kecil
tinggal di tengah-tengah Bani Sa’d sampai usia 4 atau 5 tahun. Dan bersama
keluarga ini pula terjadi peristiwa pembedahan terhadap diri Muhammad
oleh Malaikat Jibril.
Ketika menginjak usia 6 tahun,
ibunya Aminah meninggal dunia. Selanjutnya ia diasuh oleh kakeknya Abdul
Muthallib. Tepat diusia 8 tahun sang kakek juga meninggal, dan ia pun harus
diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Lantaran kondisi ekonomi pamannya yang
memprihatinkan, Muhammad kecil terpaksa harus mengembalakan kambing keluarga
dan penduduk Makkah dengan imbalan beberapa dinar.
Memasuki usia 25 tahun, Muhammad
berdagang ke Syam membawa barang-barang milik Khadijah binti Khuwailid,
perempuan terpandang, pedagang kaya raya yang berasal dari Bani Asad. Khadijah
mendengar akhlak mulia tentang kepribadian Muhammad, maka dia meminta Muhammad
untuk menjalankan daganggnya ke negeri Syam. Bahkan Khadijah siap member
imabalan lebih daripada pekerja lainnya. Muhammad pun menerima tawaran tersebut
dan pergi didampingi seorang pembantu bernama Maisarah. Dan tak berapa lama
setelah itu Muhammad akhirnya menikah dengan Khodijah sendiri. Acara pernikahan
terjadi 2 bulan sepulangnya Muhammad dari Syam.
C- NABI MUHAMMAD SAW
SEBAGAI PEMIMPIN AGAMA
Salah satu kegiatan yang paling
digemari Muhammad hingga menginjak usia 40 tahun adalah mengasingkan diri.
Dengan hanya berbekal roti dan air, beliau pergi ke gua Hira, tempatnya berada
di Jabal Nur. Di tempat inilah wahyu pertama kali terjadi, yakni pada hari
senin malam tanggal 21 Ramadhan, bertepatan dengan 10 Agustus 610 M. Pada saat
itu usia beliau masih genap 40 tahun lebih 6 bulan 12 hari menurut perhitungan
kalender Hijriyah, atau 39 tahun lebih 3 bulan 20 hari menurut perhitungan
kalender Masehi.
Pada saat Muhammad lahir hingga
ketika diangkat menjadi Rasul, beliau SAW tinggal di tengah-tengah kaum Quraisy
Makkah yang memiliki daerah merdeka mirip-mirip sebuah republik (sekarang ini).
Mereka sangat jauh dari pertentangan politik. Dan struktur republik yang sudah
ada di Makkah (saat itu) benar-benar menghindari mereka dari suatu kekacauan.
Sehingga, pada awal Nabi Muhammad SAW diutus di tengah-tengah mereka, tujuan
utama dakwah Rasulullah bukan untuk menguasai tampuk kepemimpinan Negara, namun
dasarnya adalah mengajak mereka kepada kebenaran, kebaikan, dan keindahan;
suatu ajakan yang berdiri sendiri di bawah naungan agama Islam.
Namun meski begitu, Makkah juga
merupakan pusat kegiatan keagamaan bangsa Arab. Di sana para penduduk Makkah
melakukan berbagai peribadatan di sekeliling Ka’bah dengan penyembahan
terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab kala itu.
Dengan kondisi seperti ini, tidak mudah bagi Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan
wahyu ke seluruh umat kala itu. Untuk menghadapi kondisi seperti ini,
maka pola penyebaran dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah dengan cara tiga
tahap sesuai situasi dan kondisi yang menyertainya kala itu, yakni: tahap
rahasia dan perorangan, tahap terang-terangan, dan tahap
untuk umum.
a. Tahap rahasia dan
perorangan
Pada awal turunnya wahyu
pertama, pola dakwah yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat
kondisi sosiopolitik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan
keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah menyampaikan risalah ilahi
kepada istrinya Khadijah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali bin Abi
Thalib dan Zaid bin Haritsah. Setelah itu sahabat dekatnya Abu Bakar bin Abi
Quhafa yang diikuti oleh Utsman bin Affan, Abdullah bin Auf, Thalha bin
Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Zubair bin Awwam. Adalagi Abu Ubaida bin
Al Djarrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khattab, Said bin Zaid dan beberapa
orang lainnya. Mereka inilah dalam sejarah Islam disebut dengan Assabiqunal
Awwalun.
b. Tahap terang-terangan
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
berlangsung selama tiga tahun, sampai turun wahyu berikutnya yang memerintahkan
dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Ketika wahyu tersebut turun, beliau
mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul di Bukit Shafa, menyerukan
masyarakat Quraisy untuk mengimani keesaan Allah SWT. Perintah dakwah secara
terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah seiring dengan jumlah sahabat yang
semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini
dengan dakwah tersebut, banyak kaum Quraisy yang akan masuk Islam.
c. Tahap untuk umum
Hasil seruan dakwah secara
terang-terangan yang terfokus kepada keluarga dekat dan kaum sekitar,
kelihatannya belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka, Rasulullah
mengubah strategi dakwahnya yang lebih luas mencakup uman manusia secara
keseluruan. Seruan dalam skala internasional tersebut, didasarkan kepada
perintah Allah dalam QS. Al Hijr: 94-95. Sebagai tindak lanjut dari perintah
tersebut, pada musim haji Rasulullah mendatangi kemah-kemah para jamaah haji.
Pada awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali sekelompok jamaah haji dari
Yatsrib, kabilah Khazraj, yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah
sinar Islam memancar ke luar Mekkah.
1) Problematika Dalam
Dakwah Rasulullah SAW
Sebenarnya, posisi Nabi Muhammad
SAW di tengah-tengah penduduk Makkah begitu mulia. Selain lantaran semasa
hidupnya dikenal cerdas, jujur, dan lemah lembut, dia juga memiliki silsilah
keturunan yang menempati puncak yang tinggi. Beliau dari keluarga Hasyim, juru
kunci ka’bah dan penguasa urusan air penduduk Makkah. Gelar-gelar keagamaan
yang tinggi-tinggi ada pada mereka. Walau begitu bukan berarti beliau terbebas
dari gangguan dan ancaman selama menjalankan misi dakwah islamiyahnya.
Berbagai ancaman, gangguan dan
hinaan yang datang bertubi-tubi dari kaum kuffar dan musyrikin seakan mewarnai
perjalanan dakwahnya bersama kaum muslimin. Para bangsawan Quraisy dan hartawan
yang gemar bersenang-senang mulai merasakan bahwa ajaran Muhamamad merupakan
bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mula-mula mereka lakukan ialah
menyerangnya dengan cara mendeskreditkannya dan mendustakan segala apa yang
dinamakannya kenabian itu. Mereka melakukan berbagai propaganda untuk
menghentikan kegiatan Nabi Muhammad dan kaum muslimin yang terus bertambah,
seperti melakukan penghujatan, caci-maki, pemboikotan, dan sebagainya. Namun
karena Muhammad selalu dalam perlindungan Bani Hasyim dan Bani Al Muthallib,
ditambah lagi dengan keislaman Hamzah bin Abi Thalib, paman dan saudara sesusu
Nabi yang setia melindunginya, membuat pemuka-pemuka Quraisy itu berfikir dua
kali untuk membunuh Nabi Muhammad. Apalagi beberapa waktu kemudian, seorang
tokoh andalan kafir Quraisy, Umar bin Khattab yang juga masuk Islam, maka
semakin bertambah lemahlah pengaruh Quraisy kala itu.
Namun kaum musyrikin Quraisy tak
pernah tinggal diam, hari demi hari gangguan itu makin menjadi-jadi,
sampai-sampai ada kaum muslimin yang dibunuh, disiksa, dan semacamnya. Maka
strategi Muhammad menyelamatkan umatnya adalah dengan menyarankan mereka supaya
tinggal berpencar-pencar. Sebagian mereka disuruh hijrah ke Abisinia yang
rakyatnya menganut agama Kristen, dan diperintah oleh seorang Raja yang jujur.
Dalam sejarah tercatat bahwa kaum muslimin telah melakukan dua kali hijrah ke
negeri tersebut. Bahkan sebagiannya malah ada yang bermukim di sana sampai
sesudah hijrah Nabi ke Yatsrib.
Ketika pamannya Abu Thalib
meninggal, hubungan Nabi Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk lagi dari
yang sudah-sudah. Lalu disusul pula dengan kematian Khadijah yang menjadi
sandaran Muhammad, membuat beliau begitu terpukul dan berduka. Pihak Quraisy
sepertinya sudah tidak terlalu segan lagi untuk membunuh Nabi Muhammad SAW bila
ada kesempatan. Dan dengan alasan ini pulalah beberapa tahun setelah kematian
Paman dan Istrinya itu membuat Rasulullah memutuskan untuk melakukan hijrah ke
Yastrib, dimana sebelumnya dakwah Nabi SAW telah sampai di sana dan diterima
oleh sebagian penduduknya dengan baik. Dan dari tanah Yatsrib ini pulalah
kejayaan Islam memasuki babak baru.
2) Rahasia Kesuksesan
Dakwah Nabi Muhammad SAW
Kesuksesan dakwah Rasulullah SAW
tidak terlepas dari metode dan strategi dakwah yang beliau terapkan
secara sistematis dan terprogram. Adapun di antara strategi sukses dakwah
islamiyah beliau di tengah-tengah umat akan penulis rangkumkan sebagai berikut:
- Sebagai langkah persiapan, beliau membangun public-image
yang positif dari sisi personalitas dan akhlaknya. Dalam hal ini, sejak
awal beliau telah mampu menyadang predikat “al-amin”.
- Sebagai langkah awal dakwahnya, Rasulullah melakukan dakwah
dengan rahasia dan memilih objek dakwah yang paling dekat dengan beliau,
seperti istri, keluarga dan para sahabat dekatnya yang dapat dipercaya.
- Setelah ada perintah dakwah secara terang-terangan, beliau
langsung melakukan dakwah secara terbuka dan mengambil langkah strategis
dengan menggunakan media gunung shofa untuk mengumpulkan masyarakat dengan
memanfaatkan kesan publik akan kejujurannya untuk memasukkan pesan
dakwahnya kepada mereka dan besarnya kasih sayang Abu Tholib kepada beliau
sebagai langkah defensive.
- Rasulullah juga mengembangkan sikap “Umat Oriented“,
artinya lebih mementingkan keselamatan umatnya di atas dirinya.
- Setelah hijrah ke Madinah; langkah pertama yang beliau
lakukan adalah membangun masjid sebagai tempat ibadah dan media
mengumpulkan pengikutnya serta bermusyawarah tentang rencana perjuangan
berikutnya. Langkah kedua, dengan ikatan persaudaraan antarumat
Islam beliau mantapkan dengan meletakkannya atas satu landasan, yaitu
Islam (bukan etnis, stratta sosial dan sebagainya).
- Setelah itu, barulah beliau membangun politik kenegaraan yang
dimulai dengan terciptanya Perjanjian Madinah dan beliau sendiri sebagai
Kepala Negara.
Di samping itu, ada beberapa hal
yang menjadi modal kesuksesan utama dalam berdakwah sehingga mudah diterima
oleh segala lapisan masyarakat yang mendambakan kebenaran dan ketentraman, di
antaranya adalah: (a) meletakkan dasar keimanan yang kokoh; (b) menciptakan
keteladanan yang baik seperti yang dilukiskan Al Qur’an; (c) menetapkan
persamaan derajat manusia dengan mengangkat harkat dan martabat mereka di atas
azaz toleransi; (d) menjadikan ukhuwah islamiyah sebagai tiang kebudayaan; (e)
pembinaan sistem akhlakul karimah dan pendidikan dalam menjalani kehidupan; (f)
menegakkan secara bersama-sama syari’at Islam menuju muslim kaffah.
D- PRAKTIK KENEGARAAN
PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Meski agama Islam lahir di tanah
Makkah, namun doktrin-doktrin wahyu ilahi yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
belum begitu efektif berjalan di tengah-tengah hegemoni politik dan ekonomi
kaum aristoktrat Quraisy. Pengikut Muhammad pada periode Makkah sebagian besar
hanya terdiri dari orang-orang yang tertindas dan mengamalami ketidakadilan
dalam tatanan masyarakat kala itu. Sehingga tak heran mereka masih minoritas
dan belum dapat tampil sebagai komunitas yang membongkar tatanan masyarakat
Qurasiy Makkah yang timpang tersebut.
Hal ini sangat bertolak belakang
dengan apa yang terjadi di kalangan masyarakat Madinah pasca peristiwa
hijrahnya Muhammad bersama pengikut-pengikutnya ke Madinah pada 622 Masehi.
Keberadaan Nabi dan ajaran agama baru yang dibawanya sudah mendapat tempat dan
simpati. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa Bai’ah al-‘Aqabah setahun
sebelum beliau hijrah.
Dalam peristiwa Bai’ah
al-“Aqabah tersebut, sebanyak 12 orang penduduk Yastrib (nama kota Madinah
sebelum diganti), pada musim haji menyatakan keislamannya. Dalam bai’ah
tersebut, mereka menyatakan bahwa mereka hanya akan menyembah Allah,
meninggalkan segala perbuatan jahat dan menaati Nabi Muhammad. Kedua belas
orang penduduk tersebut menurut catatan Ibn Hisyam, sebagaimana yang dikutip
oleh Muhammad Iqbal adalah: (1) As’ad ibn Zura’ah, (2) ‘Awf ibn Harts, (3)
Mu’adz ibn Harts, (ketiganya berasal dari Bani Najjar), (4) ‘Ubadah
ibn Shamit, dan (7) Yazid ibn Tsa’labah, (keduanya dari Bani ‘Awf),
(8) ‘Abbas ibn ‘Ubadah dari Bani Salim, (9)’Uqabah ibn ‘Amir, (10)
Quthbah ibn ‘Amir, (kedua bersaudara ini berasal dari Bani Salamah),
(11) Malik Abu al-Haitsam ibn al-Taihan dari Bani ‘Abd al-Asykal,
serta (12) ‘Uwain ibn Sa’idah dari Bani ‘Amr ibn ‘Awf. (Lihat Ibn
Hisyam, Sirah al-Nabi, Juz II, Beirut: Darul Fikri, hal. 40-41).
Pada tahun berikutnya, sebanyak
73 orang Yatsrib yang sudah memeluk Islam datang kembali ke Makkah mempertegas
pengakuan keislaman mereka dan pembelaan kepada Nabi Muhammad. Dalam kesempatan
ini mereka mengajak Nabi untuk berhijrah ke Madinah yang selanjutnya dikenal
dengan Bai’ah al-‘Aqabah kedua.
Dua peristiwa bersejarah inilah
yang mengubah arah perjalanan Nabi Muhammad dan pengikutnya dari kelompok
tertindas menjadi kekuatan politik yang kokoh, solid dan disegani. Kedua
peristiwa ini juga merupakan titik awal bagi Nabi Muhammad untuk mendirikan Negara
Madinah. Di kota yang baru ini Nabi Muhammad baru bisa secara efektif
menerapkan dimensi sosial ajaran Islam untuk menciptakan masyarakat yang
berbudaya. Hal ini ditopang sepenuhnya oleh dukungan penduduk Madinah sendiri
yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj.
Dari masyarakat ini kemudian
Nabi Muhammad menciptakan suatu kekuatan sosial-politik dalam sebuah Negara
Madinah. Maka langkah pertama yang dilakukan Rasulullah adalah membangun masjid
beserta bangunan tempat tinggalnya di sekitar masjid tersebut serta beberapa
tempat tinggal kaum muslimin, terutama bagi fakir miskin yang tidak punya
tempat tinggal. Hal lain yang tak kalah pentingnya dilakukan oleh Nabi Muhammad
di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah Negara adalah membuat PIAGAM MADINAH pada
tahun Pertama Hijriyah. Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat
peraturan-peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat
Madinah yang majemuk, dimana bergabung di dalamnya 3 kelompok masyarakat, yaitu
umat Islam sendiri (baik Muhajirin dan Ansyhar); orang-orang Yahudi
(dari suku Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’; dan sisanya suku
Arab yang masih menyembah berhala (poluteisme).
E- BENTUK NEGARA YANG
DIDIRIKAN NABI MUHAMMAD SAW
Negara Madinah dapat dikatakan
sebagai Negara dalam pengertian yang sesungguhnya, karena telah memenuhi
syarat-syarat pokok pendirian suatu Negara; yaitu wilayah, rakyat,
pemerintah dan undang-undang dasar. Menurut Munawir Sjadzali
dalam bukunya “Islam dan Tata Negara Ajaran Sejarah dan Pemikiran”
sebagaimana dikutip oleh Muhammad Iqbal dalam bukunya “Fiqih Siyasah:
Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam” bahwa Piagam Madinah
sebagai konstitusi Negara Madinah memberi landasan bagi kehidupan bernegara
dalam masyarakat yang majemuk di Madinah.
Landasan tersebut adalah:
- semua umat Islam adalah satu kesatuan, walaupun berasal dari
berbagai suku dan golongan;
- hubungan intern komunitas muslim dan hubungan ekstern antara
komunitas muslim dengan non-muslim didasarkan pada prinsip bertetangga
baik, saling membantu menghadapi musuh bersama, membela orang yang
teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama.
Terwujudnya Piagam Madinah
merupakan bukti sifat kenegaraan Muhammad. Beliau tidak hanya mementingkan umat
Islam, tetapi juga mengakomodasi kepentngan orang-orang Yahudi dan mempesatukan
kedua umat serumpun ini di bawah kepemimpinannya. Bagi umat Islam, Nabi
Muhammad berhasil menciptakan persatuan dan kesatuan serta persaudaraan di
antara kaum muhajirin dan anshar, juga antara suku-suku di kalangan anshar
sendiri. Di kalangan anshar, Nabi diakui telah merekat kembali hubungan
antarsuku yang sebelumnya selalu bermusuhan.
Terhadap orang Yahudi, Nabi
membangun persahabatan dan menghormati keberadaan mereka. Karena bagaimanapun,
kaum Yahudi adalah penduduk Madinah juga yang telah tinggal sejak abad pertama
dan kedua Masehi, jauh sebelum Nabi berhijrah ke sini. Sehingga tak heran bila
kaum Yahudi diberikan kebebasan untuk menjalankan agama mereka. Ditambah lagi
kaum Yahudi pun mengakui kepemimpinan Nabi Muhammad. Hal ini tercermin dari
kesediaan mereka untuk meminta putusan atas berbagai perkara kepada Nabi
Muhammad SAW.
Di dalam menjalankan roda
pemerintahan sebagai kepala negara dalam arti yang sesungguhnya, Nabi
Muhammad dibantu oleh para sahabat dalam melindungi dan mengayomi rakyatnya.
Termasuk melakukan berbagai diplomasi politik di luar negeri. Nabi SAW selaku
penerima kekuasaan senantiasa melindungi rakyatnya, memenuhi kebutuhan mereka
dan membawa mereka ke dalam kesejahteraan. Adapun acuan yang diterapkan Nabi
SAW dalam perannya sebagai kepala Negara Madinah adalah berdasarkan perjanjian
yang ada dalam konteks bai’ah al-‘aqabah, di mana dalam perjanjian
tersebut ada hak dan kewajiban secara berimbang antara kedua belah pihak.
Dalam praktiknya, Nabi Muhammad
menjalankan pemerintahan yang tidak terpusat di tangan beliau. Untuk mengambil
suatu keputusan politik, misalnya, dalam beberapa kasus Nabi melakukan
konsultasi dengan pemuka-pemuka masyarakat. Ada 4 (empat) cara yang ditempuh
Nabi dalam mengambil keputusan politik, yaitu:
- Mengadakan musyawarah dengan sahabat senior. Dalam konteks ini misalnya bagaimana Nabi dengan sahabat
senior bermusyawarah mengenai tawanan Perang Badar. Abu Bakar meminta agar
tawanan tersebut dibebaskan dengan syarat meminta tebusan dari mereka,
sedangkan Umar menyarankan supaya mereka dibunuh saja.
- Meminta pertimbangan kalangan profesional. Dalam hal ini misalnya, Nabi menerima usulan Salman al-Farisi
untuk membuat benteng pertahanan dalam perang Ahzab menghadapi tentara
Quraisy dan sekutu-sekutunya dengan menggali parit-parit di sekitar
Madinah.
- Melemparkan masalah-masalah tertentu yang biasanya berdampak
luas bagi masyarakat ke dalam forum yang lebih besar. Untuk hal ini dapat dilihat pada musyawarah Nabi dengan
sahabat tentang strategi perang dalam rangka menghadapi kaum Quraisy
Mekkah di Perang Uhud.
- Mengambil keputusan sendiri. Ada
beberapa masalah politik yang langsung diputuskan Nabi dan mengesampingkan
keberatan-keberatan para sahabat, seperti yang terjadi dalam menghadapi
delegasi Quraisy ketika ratifikasi Perjanjian Hudaibiyah.
Dalam menjalankan roda
pemerintahan Negara Madinah, nampaknya Nabi Muhammad tidak memisahkan antara
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Di bawah naungan wahyu Al
Qur’an, beliau menyampaikan ketentuan-ketentuan Allah tersebut kepada
masyarakat Madinah. Sehingga tak heran, banyak kebijakan negara yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad dalam menjalankan roda pemerintahan agar tetap stabil, di
antaranya:
- Menciptakan persatuan dan kesatuan di antara komponen
masyarakat negara Madinah.
- Untuk mengadili pelanggaran ketertiban umum, Nabi membentuk
lembaga hisbah, yang antara lain bertugas mengadakan penertiban
terhadap perdagangan agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang
dilakukan pedagang di pasar.
- Untuk pemerintahan di daerah, beliau mengangkat beberapa
sahabat sebagai gubernur atau hakim.
- Mengangkat beberapa orang sahabat sebagai sekretaris negara.
- Menjalankan hubungan diplomatik dengan negara-negara luar.
- Mengangkat duta-duta ke negara-negara sahabat. Tercatat dalam
sejarah bahwa pada tahun ke-2 hijrah, Muhammad mengangkat Amr ibn Umasyh
al-Damari sebagai duta Islam ke Abbesinia. Ketika itu Umasyh masih belum
masuk Islam.
Kebijakan-kebijakan yang
dilakukan Nabi SAW menegaskan kita bahwa beliau telah menjalankan perannya
sebagai kepala Negara dengan baik. Semua yang dilakukannya terhadap umat kala
itu merupakan tugas-tugas seorang sebagai kepala negara dalam pengertian modern
saat ini. Sehingga kita sangat sulit menerima jika ada yang menyebutkan bahwa
Nabi Muhammad hanyalah ditugaskan untuk menjalankan misinya sebagai Rasul
Allah, penyampai wahyu, bukan pemimpin negara. Dan selain sebagai seorang Rasul
dan Negarawan, beliau juga menjadi jenderal dan penakluk yang handal. Semua itu
demi Allah, demi misi kebenaran, yang oleh karenanya ia diutus. Dalam hal ini
semua, sebenarnya dia adalah orang besar, lambang kesempurnaan insani par
excellence dalam arti kata yang sebenarnya.
F- KEMAJUAN YANG DICAPAI
NABI MUHAMMAD SAW
Berikut ini akan penulis
sampaikan berbagai jasa dan kemajuan yang dicapai oleh Nabi Muhammad SAW yang
telah dirasakan oleh umat manusia, baik pada zamannya maupun sesudahnya hingga
pada akhir zaman kelak.
1) Dalam Bidang Agama
Tidak banyak waktu yang
diperlukan Muhammad dalam menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya
ke penjuru dunia. Sebelum wafatnya, Allah telah menyempurnakan agama ini bagi
kaum muslimin. Dalam pada waktu itu pun telah meletakkan landasan penyebaran
agama itu; dikirimnya misi kepada Kisra (Gelar raja-raja Sasani), kepada
Heraklius dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain supaya mereka sudi
menerima Islam.
Tak sampai seratus lima puluh
tahun sesudah itu, bendera Islam pun sudah berkibar sampai ke Andalusia di
Eropa sebelah barat, ke India, Turkestan, sampai ke Tiongkok di Asia Timur,
juga telah sampai ke Syam [meliputi Suria, Libanon, Yordania dan Palestina
sekarang], Irak, Persia dan Afganistan, yang semuanya sudah menerima Islam.
Selanjutnya negeri-negeri Arab dan kerajaan Arab, sampai ke Mesir, Sirenaika,
Tunisia, Aljazair, Marokko, telah dicapai oleh misi Muhammad SAW.
Dan sejak waktu itu sampai masa
kita sekarang ini panji-panji Islam tetap berkibar di semua daerah itu, kecuali
Spanyol yang kemudian diserang oleh Kristen dan penduduknya disiksa dengan
bermacam-macam cara kekerasan. Tidak tahan lagi mereka hidup. Ada di antara
mereka yang kembali ke Afrika, ada pula yang karena takut dan ancaman berbalik
agama berpindah dari agama asalnya kepada agama kaum tiran yang menyiksanya.
Hanya saja apa yang telah
diderita Islam di Andalusia sebelah barat Eropa itu ada juga gantinya tatkala
kaum Utsmani (Turki) memasukkan dan memperkuat agama Muhammad di
Konstantinopel. Dari sanalah ajaran Islam itu kemudian menyebar ke Balkan, dan
memercik pula sinarnya sampai ke Rusia dan Polandia sehingga berkibarnya
panji-panji Islam itu berlipat ganda luasnya daripada yang di Spanyol.
Sejak dari semula Islam tersebar
hingga masa kita sekarang ini memang belum ada agama-agama lain yang
dapat mengalahkannya. Dan kalaupun ada di antara umat Islam yang ditaklukkan,
itu hanya karena adanya berbagai macaam kekerasan, kekejaman dan despotisma,
yang sebenarnya malah menambah kekuaatan iman mereka kepada Allah, kepada hukum
Islam, dengan memohonkan rahmat dan ampunan daripada-Nya.
2) Dalam Bidang
Pemerintahan
Sebagai seorang negarawan dan
pemimpin umat, Rasulullah SAW telah berhasil menciptakan roda pemerintahan
Islam di bawah satu naungan kepemimpinan Islam. Setelah Rasulullah wafat, kaum
muslimin melanjutkan system ini dengan memilih penggantinya. Pengganti
Rasulullah dalam memerintah Negara Islam disebut Khalifah yang
bertugas menegakkan syari’at Allah, memimpin kaum muslimin untuk menyempurnakan
penyebaran syari’at ini dan memberlakukan kepada seluruh kaum muslimin secara
adil dan bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muslimin adalah manusia yang
diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk mengatur bumi ini.
Allah SWT berfirman:
وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ
آمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى اْلأَرْضِ
…
Artinya: “Dan Allah telah
berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi …” (QS. An Nur: 55)
Atas dasar konsep tersebut maka
Allah memberikan hak kepada kaum muslimin untuk menjadikan seluruh bumi ini
sebagai tanah airnya. Dan seluruh kaum muslimin berkewajian mengambil hak
tersebut.
Dan dalam keadaan apapun, kaum
muslimin tidak boleh mengalami kekosongan Khalifah atau Imam.
Keberadaannya merupakan lambang kesatuan kaum muslimin. Kesatuan kaum muslimin
adalah lambang kekuatannya. Sedangkan kekuatan kaum muslimin adalah jalan
mereka mewujudkan kekuasaan Allah di atas bumi dan memperbaiki kerusakannya.
Kaum muslimin selain diwajibkan
memberikan loyalitas dan ketaatan kepada pemimpinnya, mereka juga diwajibkan
menjalankan berbagai sistem yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW selama
masa kepemimpinannya, antara lain:
1- Sistem
Pemerintahan
Sesuai dengan naskh-naskh yang
dibawa oleh Rasulullah berdasarkan firman-firman Allah SWT, maka oleh ulama
Islam telah menjabarkan konsep pemerintahan Islam tersebut sesuai dengan
kondisi yang berlaku pada setiap zamannya. Dalam kitab Al Islam karya Sa’id
Hawwa, beliau menjelaskan bahwa pemerintahan Islam itu terbagi menjadi dua,
yaitu Darul Islam dan Darul Harb. Darul Islam ialah
Negeri yang diperintahkan dengan pemerintah Islam dan dipimpin oleh kaum
muslimin. Sedangkan Darul Harb ialah negeri yang tidak tunduk pada
pemerintahan Islam dan kaum muslimin. Dan tanah air muslim ialah Darul
Islam, dimanapun letaknya dan apapun rasnya, tetapi terikat dengan akidah
yang diimaninya.
Adapun yang termasuk ke dalam
golongan Darul Islam tersebut adalah:
- Darul ‘Adl, yaitu negeri yang
menegakkan Islam secara utuh dan memelihara sunnah Rasulullah. Negara ini
dikepalai oleh seorang Khalifah.
- Darul Bahy, yaitu satu Negara yang
dikuasai para pemberontak terhadap Imam yang hak, sekalipun diberlakukan
hukum Islam.
- Darul Bid’ah, yaitu negeri yang
dikuasai dan diperintah para ahli bid’ah dan menegakkan bid’ahnya.
- Darul Riddah, yaitu Negara yang
penduduknya telah murtad dan diperintah oleh orang-orang murtad, atau yang
semula muslimin, kemudian membatalkan perjanjiannya secara sepihak serta
menguasai Negara tersebut.
- Darul Maslubah, yaitu Negara yang
dirampas dan diduduki orang kafir, yang pada mulanya Negara tersebut
bagian dari Darul Islam.
Sementara Darul Harb
digolongkan menjadi:
1)
Darul Harb yang mengikat satu perjanjian, atau disebut juga Darul ‘Ahdi.
2)
Darul Harb yang sama sekali tidak ada ikatan perjanjian.
2- Sistem Bermasyarakat
Rasulullah SAW dalam menjalankan
pemerintahan selalu mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan yang
lain. Azaz keadilan, kebebasan dan perdamain selalu diutamakan dalam menjalani
system hidup bermasyarakat. Dan untuk mengokohkan masyarakat Islam, Rasulullah
SAW telah melakukan berbagai hal yang mencakup:
- Persatuan dan kesatuan umat dibawah naungan Aqidah yang benar.
- Menciptakan system ekonomi yang kuat
- Melahirkan system pendidikan dan informasi yang menyeluruh
- Memperkuat system militer untuk mempertahankan Negara dan
mengamankan rakyat.
- Menetapkan Syariat dan Undang-Undang bagi masyarakat untuk
menciptakan keadilan.
Dan di antara pilar kekuatan
umat Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah adalah tasyri’ atau qanun
(hukum dan perundang-undangan) yang bersumber pada syari’at (tuntunan) ilahi
dan memutuskan perkara dengannya. Syari’at adalah pedoman hidup yang ditetapkan
Allah SWT untuk mengatur kehidupan yang Islam dalam arti yang hakiki sesuai
dengan Al Qur’an dan As-Sunnah.
Sebuah masyarakat tidak bisa
dikatakan sebagai masyarakat Islam kecuali apabila menerapkan syari’at ilahi
dan merujuk kepadanya dalam seluruh aspek kehidupannya, baik yang bersifat
ibadah (ritual) maupun muamalah (sosial). Sementara hukum dan undang-undang
tadi merupakan salah satu kekuasaan utama bagi masyarakat Islam tersebut.
G- P E N U T U P
Nabi Muhammad SAW wafat pada
tanggal 12 Rabiul Awal pada usianya yang ke-63 tahun, sementara upacara
pemakamannya baru dilakukan oleh kaum muslimin dua hari kemudian. Beliau SAW
pergi meninggalkan dunia tidak meninggalkan apapun berupa harta. Ia pergi
meninggalkan dunia sama seperti ketika ia datang. Namun sebagai peninggalan, ia
telah memberikan agama yang lurus kepada umat manusia. Ia telah merintis jalan
kebudayaan Islam yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya, dan
akan menaungi dunia kemudian. Dia telah menanamkan ajaran tauhid, menempatkan
ajaran Tuhan yang tinggi di atas ajaran orang-orang kafir yang rendah di bawah.
Kehidupan paganisme dalam segala bentuk dan penampilannya telah dikikis habis.
Manusia sekarang diajak melakukan perbuatan yang baik dan taqwa, bukan
perbuatan dosa dan permusuhan. Kemudian ia juga meninggalkan kitabullah
buat manusia, sebagai rahmat dan petunjuk. Ia meninggalkan
teladan yang tinggi, contoh nan indah. Ia benar-benar telah meninggalkan dunia
ini dengan meninggalkan warisan rohani yang agung, yang selalu memancar di
semesta dunia ini. Allah SWT telah menyempurnakan agama-Nya dan akan menolong
agama-Nya di atas semua agama, meskipun musuh-musuh Islam tidak mengakuinya. (Oleh:
Indra Laksamana Muda )
Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Sa’id Hawwa, Al Islam, terj. Fachruddin Nur Saym.
Yusuf Al-Qardhawy, Anatomi Masyarakat Islam, terj. Setiawan Budi Utomo.
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah.
Taha Al-Ismail, Tarikh Muhammad Teladan Perilaku Umat, terj. A.Nashir Budiman.
Syaikh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Muhammad.
Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafah Pendidikan Islam.
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.
Like this:
Be the first to like this.
Makalah model Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW Dalam
Pendidikan
- Latar Belakang
Rasulullah adalah pemimpin ulung dan manager terhebat
sepanjang sejarah kemanusiaan. Sisi kehidupannya sarat dengan hikmah
yang dapat digali dari berbagai dimensi kehidupan. Dikalangan muslim, Muhammad
dikenal luas sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan, mendidik istri dan
keluarganya dengan pendidikan yang manusiawi dan menakjubkan. Mendidik para
sahabatnya agar menjadi sahabat dikala suka maupun duka, sedih dan gembira,
damai maupun perang. Mendidik tetangga dengan amal nyata, sehingga para
tetangganya mengerti dan menikmati bagaimana bertetangga dengan sebenarnya.
Mendidik musuh-musuhnya agar komitmen dengan setiap perjanjian dan peperangan
yang melibatkannya. Mendidik para raja dan penguasa untuk memahami dan mengerti
hakikat seorang hamba dihadapan tuannya, mendidik manusia sahaya menjadi
manusia merdeka, Mendidik manusia seluruhnya menuju ridha dan cahaya-Nya, Semua
takkluk kepada tarbiyah yang digulirkannya. Untuk dapat dipahami secara
lebih baik Prof.
Dr. James E. Royster dari clevalend State University, yang telah melakukan riset intensif tentang peran Muhammad sebagai seoang guru, teladan dan sebagai seorang manusia ideal, telah banyak membahas kesan-kesan kaum muslimin terhadap Nabi mereka. Dalam pengantarnya, dia menyatakan bawa mungkin tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang telah banyak dikaji dari pada Nabinya kaum Muslimin (Muhammad). Kenyataan yang seringkali dilupakan oleh ilmuwan-ilmuwan non-musim ini, harus dipahami dalam rangka menilai secara tepat pengaruh Muhammad diantara mereka yang mengakuinya sebagai seorang Nabi . Bagi Royster, Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya. Kesimpulannya yang tidak kalah penting adalah : “ Muhammad as teacher, exemplar and ideal man fulfills in Islam a role that can hardly be overestimated. From him hundreds of millions of muslim derive both meaning for personal existence and means for character development and spiritual achievement. In tems of continuing influence Muhammad, the propet of Islam, must be placed high on the list of those who have shaped thworld. Surely it would be markedly diffrenhad he not been” [1]
Dr. James E. Royster dari clevalend State University, yang telah melakukan riset intensif tentang peran Muhammad sebagai seoang guru, teladan dan sebagai seorang manusia ideal, telah banyak membahas kesan-kesan kaum muslimin terhadap Nabi mereka. Dalam pengantarnya, dia menyatakan bawa mungkin tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang telah banyak dikaji dari pada Nabinya kaum Muslimin (Muhammad). Kenyataan yang seringkali dilupakan oleh ilmuwan-ilmuwan non-musim ini, harus dipahami dalam rangka menilai secara tepat pengaruh Muhammad diantara mereka yang mengakuinya sebagai seorang Nabi . Bagi Royster, Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya. Kesimpulannya yang tidak kalah penting adalah : “ Muhammad as teacher, exemplar and ideal man fulfills in Islam a role that can hardly be overestimated. From him hundreds of millions of muslim derive both meaning for personal existence and means for character development and spiritual achievement. In tems of continuing influence Muhammad, the propet of Islam, must be placed high on the list of those who have shaped thworld. Surely it would be markedly diffrenhad he not been” [1]
Kutipan royster disini menunjukkan bahwa muhammad sebagai seorang guru tidak
hanya sebagai masanya saja, namun juga bagi seluruh kaum muslimin pada masa
sekarang. Dengan kata lain sang Guru itu adalah Muhammad, dan murid-muridnya
adalah seluruh kaum muslimin di dunia Islam. Sementara Muhammad merupakan
seorang guru yang aktual bagi para sahabatnya. Dan bagi kaum muslimin lainnya beliau
menjadi seorang Imaginary educator.[2]
Bagaimanapun, seluruh kaum muslimin mempelajari satu ajaran yang sama dari
Al-Qur’an dan sunnah.
- Rumusan Masalah
- Bagamana pengertian Model
kepemimpinan pendidikan?
- Bagaimana Karakteristik
kepemimpinan Nabi Muhammad ?
- Bagaimana Nabi Muhammad Sebagai
model pemimpin pendidikan Islam?
- Tujuan
- Untukmengetahui model
kepemimpinan dalam pendidikan
- Untuk mengetahui Karakteristik
kepemimpinan Nabi Muhammad
- Untuk mengetahui Nabi Muhammad
Sebagai model pemimpin pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya dan
upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resourses) yang
tersedia dalam suatu organisasi. Sedangkan Kepemimpinan pendidikan sebagai mana
diungkapan oleh Fachrudi bahwa kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan
dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir orang-orang lain yang ada hubungannya
dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,agar
kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat berlangsung lebih efesien dan efektif
di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.[3]
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan
sebagai al-riayah, al-imarah, al-qiyadah, atau al-zaamah. Kata-kata
tersebut memiiki satu makna sehingga disebut sinonim atau murdif,
sehingga kita bisa menggunakan salah satu dari keempat kata tersebut untuk
menerjemahkan kata kepemimpinan. Sementara itu, untuk menyebut istilah
kepemimpinan pendidikan, para ahli lebih memilih istilah qiyadah tarbawiyah.[4]
Dalam Islam Kepemimpinan begitu penting sehingga
mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini,
mengharuskan setiap perkumpulan itu memiliki pimpinan, bahkan perkumpulan dalam
jumlah yang kecil sekalipun. Nabi Muhammad Saw bersabda : “Dari abu said
dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga
orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai
pemmpin.” (HR.Abu Daud)[5]
Model Keberadaan seorang pemimpin sebagaimana terdapat dalam hadis tersebut
adalah model pengangkatan. Model ini merupakan model yang paling sederhana
karena populasinya hanya tiga orang. Jika populasinya banyak, mungkin saja
modelnya lebih sempurna karena ada beberapa model perwujutan pemimpin. Jamal
mahdi melaporkan: “Hasil studi menyatakan bahwa yang terbaik dalam melaksanakan
tugas adalah pemimpin yang dipilih langsung, selanjutnya pemimpin yang
memenangkan suara terbanyak, lalu yang terakhir pemimpin yang diangkat.”[6]
Kepemimpinan
dalam definisi di atas memiliki konotasi general, bisa kepemimpinan Negara,
organisasi politik, organisasi sosial, perusahaan, perkantoran, maupun
pendidikan. Madhi selanjutnya menegaskan bahwa diantara jenis kepemimpinan yang
paling spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah tarbawiyah atau educative
leadership), karena kesuksesan mendidik generasi, membina umat, dan
berusaha membangkitkannya terkait erat dengan pemenuhan kepemimpinan yang
benar. [7]
B. Karekteristik kepemimpinan Rasulullah
Kepemimpinan Rasulullah memiliki berbagai macam
kelebihan, keunikan dan ciri khas yang sangat meonjol dibandingkan gaya
pemimpin lainnya, seperti yang diungkapkan oleh G. Hart bahwa dengan
karekteristik tersebut Hart memasukkan rasulullah sebagai orang nomor satu yang
paling berpengaruh di Dunia.[8]
Bahkan dalam segala aspek kehidupan Rasulullah selalu unggul. Tidak ada di
dunia ini pemimpin yang ucapan, perkataan dan perbuatannya dibukukan hingga
berjilid-jilid banyaknya seperti Rasulullah.
Adapun karekteristik kepemimpinan Rasulullah diantaranya
adalah :
1. Ke-Tuhan-an
Ciri utama dan pertama dari kepemimpinan Rasulullah
adalah manajemen yang didasarkan oleh nilai-nilai yang diaajarkan oleh Allah
SWT. Nilai-nilai yang dihimpun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Yang kemudian
dikenal dengan nama Al-Qur’an.
Turunnya Al-Qur’an secara bertahap inilah yang kemudian menjadi panduan
Rasulullah dalam mengelola dakwahnya. Memeberikan arahan dan pedoman untuk
mewujudkan visi Islam di muka bumi seperti dalam Al-qur’an “ Dialah (Allah)
yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia
menenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musrik membenci. (
Ash-shaf: 9)
Inilah visi dakwah Rasulullah menjadi pemenang dalam masalah agama. Yaitu dalam
kalimat tauhid, aqidah, penyembahan dan pengabdian yang benar kepada Allah.
Visi lainnya yaitu menjadikan Rasulullah pemenang dalam masalah keduniaan,
sehingga Islam dan ummatnya menjadi winner dan champion sejati.
Menjadi sebaik-baik umat dan sebaik-baik makhluk (khoirul bariyah)
dimuka bumi.
Namun Allah Juga mengajarkan kepada Rasulullah visi yang konprehensif yaitu
visi untuk menjadi champion di dunia dan akhirat seperti firman Allah :
“ Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: “ Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebakan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api
neraka.” (Al-Baqarah: 201)
Visi yang bernafaskan keTuhanan inilah yang menjadikan kepemimpinan Rasulullah
sukses secara gemilang dalam segala aspek kehidupan. Baik dalam aspek agama,
moral, ekonomi, pemikiran, militer, sosial, seni dan budaya. Baik masalah
pribadi, keluarga, masyarakat, Negara hingga hubungan international.[9]
2. Universal
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang
menyeluruh baik sisi waktu maupun tempat. Sehingga kepemimpinan Raslullah dapat
diterapkan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.
a.
Seorang guru dapat mencontoh Rasulullah dalam mengelola
murid-muridnya, karena kepemimpinan Rasulullah terbukti menghasilkan
murid-murid yang luar biasa semisal Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali.
b.
Seorang jenderal dapat mencontoh kepemimpinan
Rasulullah dalam melahirkan prajurit-prajurit yang hebat semacam Khalid bin
Walid dan Usamah.
c.
Seorang ilmuwan dapat mencontoh Rasulullah dalam
melahirkan ilmuwan dan para pemkir ulung, semisal Umar yang terkenal dengan
ijtihat-ijtihatnya yang brilian, Abu Hurairah dengan kekuatan hafalannya dalam
mugumpulkan hadis.
d.
Dalam mendidik manusia sederhana, wara’
(hati-hati), tawadu’ (rendah hati) kita tempatkan pada murid-murid
Rasulullah lainnya. Semisal Abu Dzar Al-Ghifari, Ali, Bilal, dan Abdullah umi
maktum[10]
Hampir 100 persen murid-murid Rasulullah yaitu para
sahabat memiliki karekteristik yang unik dan bersejarah berkat kepiawaian
beliau dalam memimpin umatnya.
3. Humanis
Kepemmpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang humanis
yaitu kepemimpinan yang sesuai dan selaras dengan kehidupan manusia. Karena
Rasulullah adalah manusia biasa. Sehingga semua sikap, perilaku dan prestasinya
dapat kita contoh. Dalam firman Allah disebutkan: “ Katakanlah; Sesungguhnya
aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, “ Bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barang siapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.
(al-Kahfi: 110)
Pernah suatu kali seorang nenek datang kepada Rasulullah
dan mohon agar ia masuk surga bersama Rasululla. Nabi menjawab, “Wahai hamba
Allah, sesungguhnya surga tidak bisa dimasuki oleh orang tua,”Langsung
saja nenek tersebut pergi sambil menagis. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan
berkata, “ Engkau tidak masuk surga dalam keadaan tua bangka, sebab
Allah akan membangkitkan kembali para wanita tua dalam usia yang masih muda.”
Allah berfirman : “Sesunguhnya Kami menciptakan
mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Al-Waqiah: 35-37)
Wanita tua itu akhirnya tertawa riang mendengar senda
gurau Rasulullah tersebut. Menurut riwayat wanita tua itu adalah Bibi
Rasulullah yang bernama Safiyah.[11]
4. Realistis
Sebagai bentuk relistas sejarah, maka dikenal dalam
ilmu-ilmu Al-qur’an a’sbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat suci
Al-Qur’an ). Adanya asbabun nuzul ini membuktikan bahwa ayat Al-Qur’an turun
berkaitan dengan kehidupan riil Rasulullah dan sahabatnya dalam menjawab
berbagai permasalahan kehidupan.
Contohnya adalah sebab turunnya surat Al-Lahab yang berkenaan dengan Abu Lahab.
“ Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika Rasulullah naik ke bukit
Shafa sambi berseru: “Mari berkumpul pada pagi hari ini!” maka
berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah bersabda: “Bagaimana pendapat
kalian, sendainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang,
adakah kalian percaya padaku?” kaum quraisy menjawab: “Pasti kami
percaya.” Rasulullah bersabda:” Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah
yang dahsat akan datang.” Berkata abu Lahab:”Celakalah engkau! Apakah
hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat ini berkenaan
dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang
yang menfitnah dan menghalang-halangi agama Allah. (HR. Al-Bukhari dan lainnya
yang bersumber dari Ibnu Abbas).[12]
5. Harmonis
Keharmonisan ramuan kepemimpinan Rasulullah inilah yang
menghasilkan berbagai prestasi dan kesuksesan amal. Sehingga, hasilnya selalu
optimal, efektif, efesien dan ekonomis.
Dalam kisah perang Badar pasukan Rasulullah yang
berjumlah 300 orang dengan peralatan yang sederhana, namun mampu mengalahkan
pasukan quraisy yang berjumlah tiga kali lipat dengan berbagai peralatan perang
yang canggih, perang Ahzab, dimana 1000 orang pasukan menghadapi 10.000 pasukan
sekutu atau gabungan musrik, yahudi dan munafikin.[13]
Ternyata Rasulullah sangat memahami bahwa kekuatan
intelektual adalah faktor yang paling menentukan dalam perang maupun kerja.
Karena itulah Rasulullah lebih memprioritaskan pembinaan personil dari pada
unsur-unsur manajemen lainnya. Kemudian unsur-unsur itu diramu menjadi
suatu kekuatan yang dahsyat.
6. Berkeadilan
Yang dimaksud dengan keadilan yaitu memberikan tugas,
hak, kewajiban dan kewenangan sesuai dengan kompetensi, kapasitas, kapabilitas,
hak dan kewajibannya.[14]
Rasulullah adalah manusia yang paling adil dalam
memperlakukan pengikutnya. Bahkan terhadap musuh, hewan dan tumbuhan sekalipun.
Sebagi contoh perkataan Rasulullah “ Sekiranya Fathimah binti Muhammad
mencuri maka saya akan potong tangannya.”
Ini merupakan cerminan Rasulullah dalam menegakkan hukum dan merealisasikan
firman Allah dalam surat Al-Maidah.” Hai orang orang yang beriman hendaklah
kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku Adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Maidah : 8)
7. Mudah
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang mudah.
Tidak rumit dan tidak memberatkan dan tidak berlebihann. Karena semuanya telah
diukur dan di format sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas manusia.[15]
Apapun jabatan saat ini, maka dapat diambil kemudahan dari kepemimpianan
Rasulullah, seperti perkaan beliau “ Permudahlah wahai saudaraku, jangan
engkau persulit.”
Dalam firman Allah di sebutkan “ Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Maa’idah: 6) dan juga firman
Allah “ Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. (Al-Baqarah:185)
Itulah ruh dan inti kepemimpinan Rasulullah yaitu dalam
rangka memberikan kemudahan dan memberi kabar gembira kepada umatnya karena
itulah kepemimpinan Rasulullah sangat compatible dengan fitrah manusia
8. Dinamis
Dinamika Kepemimpinan Rasulullah ini berkaitan dengan
banyak sisi kehidupan. Mulai dari masalah keluarga, agama hingga masalah
Negara. Dalam peperangan misalnya Rasulullah melakukan 62 kai peperangan.
Dengan rincian 35 kali peperangan yang dilakukan oeh pasukan Rasulullah tampa
kehadiran beliau. Dan 27 kali peperangan dihadiri oleh beliau langsung, 9
diantaranya beliau yang menjadi panglima perang.[16]
Dalam kondisi yang seperti itu tentu dibutuhkan seorang
pemimpin yang dinamis. Karena sebagai kepala Negara, Rasulullah bukan hanya
berperang, namun juga mengurus pendidikan, mendidik dan membina istri, menantu,
cucu dan para sahabat. Beliau juga harus mengurus anak yatim, membangun ekonomi
dan masyarakat Islam agar menjadi rahmat bagi semesta balam.
Rasulullah adalah pemimpin yang Hebat dan sukses
disegala bidang seperti halnya yang diungkapkan oleh J.G. Schott “ Orang-orang
Arab yang dulunya bercerai-berai, berpecah belah, setelah dipimpin oleh
Muhammad dapat menjadi golongan yang bersatu.[17]
Ada juga ungkapan dari Amanual D. S., “ Hanya dia (Muhammad) itulah yang
mengajarkan kemanusiaan orang-orang Eropa dengan kitabnya yang bernama
Al-Qur’an.[18]
B. Nabi Muhammad Sebagai Model Pemimpin Dalam Pendidikan
Rasulullah Saw. Telah mendefinisikan tugas asasinya, “ Sesunggunya aku hanya
diutus untuk memberi pengajaran.” Al-Qur’anul Karim dengan sangat tegas
juga menyebut tugas asasi Rasulullah S.aw. ini dalam firman-Nya, “Dialah
yang telah mengutus seorang rasul dari kalang mereka (yang bertugas) membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka
Al-Kitab dan Hikmah (Al-Jumu’ah:2).
Ayat ini menyebutkan bahwa, tugas Rasululah Saw. Adalah mengajar, mendidik,
megajarkan Al-Kitab dan hikmah, serta mendidik orang berdasarkan keduanya.
Sebagian terbesar kehidupan Rasulullah Saw. Di habiskan untuk ini, karena dari
hal inilah segala kebaikan akan lahir. Tidak ada satupun aspek kehiddupan baik
politik, sosial, ekonomi, militer maupun moral yang baik kecuali dengannya,
seseorang, bangsa, maupun umat manusia tidak akan terbelakang, kecuali bila
mereka tidak memperhatikan bahkan menyimpang dari ilmu yang benar kepada
kebodohan atau sesuatu yang merusak dan tiada bermanfaat. [19]
Fenomena dalam sejarah Muhammad Saw. adalah Rasulullah
memulai dengan membentuk umat baru yang memiliki kemampuan intelektual,
perilaku, moral, hukum, perundang-undangan, dan bahasa tersendiri. Sehingga
apabila individu yang ada di dalamnya tumbuh dan berinteraksi dengan dunia
lain, yang secara aqidah dan perilaku sama sekali berbeda, dia sudah memiliki
bekal. Beliau mengarahkan umat kepada satu arah, setiap individu mendapatkan
tugasnya dan dididik agar dapat melaksanakan tugas itu. Beliau tentukan tugas
terbesar bagi semua, menunjukkan jalan bagi mereka, dan menjelaskan sesuatu
dalam segala aspeknya.[20]
- Nabi Muhammad Sebagai Pelopor dalam
pendidikan
Sebelum pendirian masjid, rumah menjadi satu-satunya
tempat bagi penyampaian ajaran Islam ajaran Islam. Rumah al-Arqam pada masa
permulaan Islam diputuskan menjadi aktivitas bagi agama baru ini, dan disanalah
Nabi menjelaskan doktrin-doktrin keimanan, dan beberapa orang menyataka memeluk
Islam.[21]Muhammad
biasa duduk dimasjid kota madinah sambil dikelilingi oleh para pengikutnya dan
senantiasa menyerukan kepada mereka tiga kali sehingga mereka mengingatatau
mampu menghafalnya. Beliau membuktikan diri sebagai seorang da’i sekaligus guru
dan seorang penganjur kegiatan belajar yang penuh antusias, energik, dan
penyayang. Beliau selalu memperkenalkan pengetahuan dengan sangat
mempertimbangkan tingkat intelegensi para pendenganrnya. Disamping iti, Beliau
menyampaikan ajarannya dengan hikmah dan anjuran yang baik. Terhadap masalah
ini, Al-Qur’an menganjurkan kepada Nabi untuk memberi argumen kepada mereka
dengan argument yang lebih baik.[22]
- Nabi Muhammad sebagai Pendidik baca tulis
Al-Qur’an
Kepedulian Nabi Muhammad tidak hanya penanaman keimanan
yang bersifat religius saja tetapi pendidikan yang di bangun oleh Nabi bersifat
fleksibel. Kenyataan ini bisa dilihat setelah kemenangan kaum muslimin
pada perang Badar pada tahun 624, ketika beliau meminta beberapa tawanan yang
terdidik untuk mengajar anak-anak Madinah bagaimana menulis. Nabi
Muhammad mengangkat beberapa dari mereka untuk menjadi guru seperti Ubaida bin
as-Samit, yang ditunjuk menjadi pengajar disekolah Suffa di kota Madinah
untuk pelajaran menulis dan studi al-Qur’an. Suffa atau as-Zilla (dengan
panggung tinggi serta atap) adalah satu bagian dari masjid yang dibangun oleh
Nabi di Madinah dan disediakan sebagai tempat pendidikan, khususnya untuk
pendidikan membaca, menulis menghafal Al-Qur’an dan Tajwid (bagaimana membaca
Al-Qur’an dengan benar)[23]
- Lembaga pendidikan dan universitas petama
Pendidikan yang ada di Suffa menurut Hamidullah
sebagai Universitas Islam pertama,[24]
Tempat ini juga dirancang sebagai pondok bagi para pendatang baru dan pendduduk
setempat yang tidak memiliki rumah sendiri. Suffa memberian pendidikan
tidak hanya diperuntukkan bagi para pemondok tetapi juga bagi para ulama dan
pengunjung, yang diselenggarakan dalam jumlah besar. Jumlah pemondok di Suffa
berubah dari waktu kewaktu. Catatan Ibnu Hanbal menunjukkan bahwa pada suatu
saat terdapat tujuh puluh orang yang tinggal dengan pekerja pada waktu luang
mereka.[25]
Di dalam masjid yang sama, Nabi Juga pernah penyelesaikan seluruh persoalan
hukum.
Suffa bukanlah salah
satunya sekolah yang ada di Madinah, paling tidak terdapat sembilan Masjid di
Madinah pada Masa Nabi, dan masing-masing dari masjid itu juga dimanfaatkan
sebagai sebuah sekolah. Penduduk sekitar mengirim anak-anak mereka ke
masjid-masjid setempat. Quba terletak dekat dengan Madinah, dimana Nabi kadang
kala mengunjungi dan secara pribadi mengawasi sekolah yang ada dalam Masjid
itu.[26]
Beliau juga mendorong masyarakat untuk belajar dari pada
tetangga mereka. Dorongan ini membuat mereka lebih memilki tanggung jawab untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan mereka sebagaimana dianjurkan oleh Nabi mereka
untuk menyampaikan kepada sesamanya segala sesuatu yang mereka dapatkan dari
beliau meskipun hanya satu ayat.[27]
Masyarakat yang aktif belajar merupakan sebuah potret
masyarakat religius yang menganggap agama mereka sebagai elemen pokok dalam
memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan intelektualnya. Dengan mengesampingkan
pertanyaan tentang apakah suffah merupakan sebuah sekolah yang tetap dan
teratur, paling tidak bisa dikatakan bahwa Nabi telah meluangkan banyak
waktunya untuk mengajar. Sebagai tambahan, beberapa hadist yang diriwayatkan
oleh beberapa sahabat menunjukkan bahwa Nabi telah mengajar berbagai kelompok
masyarakat yang berasal dari tingkatan, jenis kelamin, dan usia yang berbeda.[28]
BAB III
KESIMPULAN
Dari paparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa.
1.
Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya dan
upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resourses) yang
tersedia dalam suatu organisasi. Sedangkan Kepemimpinan pendidikan sebagai mana
diungkapan oleh Fachrudi bahwa kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan
dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir orang-orang lain yang ada hubungannya
dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,agar
kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat berlangsung lebih efesien dan efektif
di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran..
2.
Adapun karekteristik kepemimpinan Rasulullah
diantaranya: Ke-Tuhanan, Universal, Humanis, Raealistis, Harmonis, Berkeadilan,
Mudah dan Dinamis .
3.
Peran Nabi Muhammad Saw. dimulai dengan membentuk umat
baru yang memiliki kemampuan intelektual, perilaku, moral, hukum,
perundang-undangan, dan bahasa tersendiri. Sehingga apabila individu yang ada
di dalamnya tumbuh dan berinteraksi dengan dunia lain, yang secara aqidah dan
perilaku sama sekali berbeda, dengan uamat yang lainnya, diantara model
kepemimpinannya antara lain, Pendidikan yang diawali dalam keluarga,
penddikan dengan baca tulis Al-Qur’an dan mendirikan lembaga pendidikan
Daftar Pustaka
4. Abdurrahman
Mas’ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, (Yogyakarta
: LKiS, 2004).
5. Marno,
Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung:
Refika Aditama, 2008).
6. Mujamil
Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga
Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga,2007).
7. Jamal
Madhi, Menjadi Pemimpin yang efektif dan Berpengaruh: Tinjauan manajemen
Kepemimpinan Islam, Terj. Anang Syafrudin dan Ahmad Fauzan, (Bandung:PT
Syaamil Cipta Media,2002).
8. Haryanto,
Rasulullah Way of managing people seni mengelola sumberdaya manusia,
(Jakarta: Khalifah, 2008).
9. Nasy’at
Al-Masri, Senyum-Senyum Rasulullah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991).
10.
Syaik Sa’id Hawwa, Arrasul
Muhammad Saw. Terj. Jasiman, Fahruddin, Sundari, (Pajang: Media Insani
Press, 2002 ).
11.
Fadhl Ilahi, Muhammad
SAW Sang Guru yang Hebat Sirah Nabi Sebagai Guru Berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadis-Hadis Shahih, Terj. Nurul Mukhlisin Asyraf, (Surabaya: eLBA,
2004).
Tauladan
Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal.
1
TAULADAN SIFAT
KERASULAN BAGI KEPEMIMPINAN APARATUR NEGARA
A. Pendahuluan.
Setiap jatuhnya
tanggal 12 Rabiul Awal umat Islam selalu merayakan datangnya maulid Nabi
Muhammad SAW. demikian itu tidak lain merupakan sebuah warisan budaya atau
peradaban Islam yang diperingati secara turun-temurun oleh umatnya. Jika dikaji
dari catatan historis (tarekh), maulid telah dimulai sejak zaman
Kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah binti
Muhammad. Asal muasal pelaksanaan perayaan maulid ini dilaksanakan atas usulan
panglima perang bernama Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah
agar mengadakan peringatan hari kelahiran (mulud) Nabi Muhammad SAW.
Ending dari perinagatan itu adalah untuk mengembalikan semangat juang umat
Islam dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman
kaum Zionis Yahudi. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat
jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial dapat dikatakan
perayaan maulid nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan
ketauladanan Nabi Muhammad SAW. atas risalah kerasulan untuk menyiarkan Dinul
Islam.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa dalam catatan sepanjang sejarah kehidupan, Nabi Muhammad SAW.
adalah pemimipin besar yang sangat luar biasa dalam memberikan tauladan agung
bagi umatnya. Dalam konteks ini maulid harus juga diartikulasikan sebagai salah
satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat Islam. Yaitu sebagai semangat
baru (spirit) untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta
masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari
demokratisasi seperti adanya sikap toleransi (tasamuh), transparansi (tabligh),
anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan hidup, pluralisme, keadilan
sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah
sosiologis antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW. dapat dilihat dan dipahami
dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi satu sama liannya. Tauladan
Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 2
Dimensi pertama, dapat dilihat dan dipahami dari
perspektif sosial-politik ke-Islaman (siasyah syariah), bahwa Nabi
Muhammad SAW. di samping sebagai nabi dan rasul juga sebagai imamul ummah dari
sini beliau sebagai sosok politikus ulung dan handal. Sosok individu beliau
yang sangat identik sekali dengan sosok seorang pemimpin yang adil, egaliter,
toleransi, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu
membawa tatanan masyarakat sosial bangsa Arab masa itu menuju suatu tatanan
masyarakat sosial yang sejahtera, damai dan tentram di bawah ampunan Rabb (baldatun
thoibatun warabun ghaffur).
Dimensi
kedua, dapat dilihat dan dipahami dari perspektif teologis-religius,
bahwa Nabi Muhammad SAW. sebagai sosok nabi sekaligus juga sebagai rasul akhiruzaman
dalam tatanan konsep ke-Islaman. Hal ini beliau diposisikan sebagai sosok
manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang misi utamanya adalah
bertugas membawa, menyampaikan, dan mengaplikasikan segala bentuk pesan suci (kudus)
dari Tuhan kepada umat manusia secara universal.
Nah dalam
kesempatan ini rasanya sudah datang saatnya bagi umat Islam untuk kembali
memulai (merekonstruksi) memahami arti tanggal 12 Rabiul Awal yang sering
disebut maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga tidak hanya
memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan
rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik
ke-Islaman semata, namun jauh dari itu sesungguhnya menjadikannya sebagai
kelahiran sosok pemimpin yang membawa spirit reformasi dan restorasi menuju
perubahan dalam tataran kepemimpinan umumnya dan kepemipinan peradilan
khususnya dalam rangka menuju peradilan yang agung. Karena bukan menjadi
rahasia lagi bila saat ini bangsa ini sedang membutuhkan sosok pemimpin yang
mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang
ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana yang pernah
dipraktekan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. untuk seluruh umat manusia (rahmatan
linnas). Sehingga kontekstualisasi maulid tidak lagi dipahami dari
perspektif ke-Islaman semata, melainkan juga harus dipahami dari berbagai
perspektif dan dimensi yang menyangkut segala persoalan dalam kehidupan umat
manusia, seperti aspek persoalan penegakkan hukum, politik, sosial, budaya,
pendidikan, ekonomi, maupun agama. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal.
3
B.
Ketauladan Bersumber dari Sifat Kerasulan bagi Seorang Pimpinan.
Ketika mengingat
sosok Nabi Muhammad SAW. terutama di saat maulid setiap tahun sering diceritakan
spektrum tentang latar belakang biografi beliau serta perjalanan hidup
dalam memipin umatnya. Sehingga wajar ada yang semakin rindu dengan sosok
beliau, apalagi ditengah kedangkalan akhlak serta budi pekerti yang merosot
saat ini (dekadensi moralitas), merindukan sosok pemimpin sebagaimana
sosok bijaksana dari Nabi Muhammad SAW. Bersamaan dengan itu masyarakat sedang
membutuhkan dan mengidamkan sosok pemimpin yang mampu merekonstruksikan suatu
citra kepemimpinan yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif.
Salah satu sikap
mulia yang lekat dan yang paling menonjol dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW.
adalah “shiddiq” (kejujuran, integritas). Dengan sifat ini diganjar
dengan julukan al Amin oleh masyarakat setempat, baik pengikutnya maupun
yang memusuhinya. Selain bakat kepemimpinan yang menonjol, sejak usia belia
beliau sudah terlibat gerakan moral Hilful Fudul atau sumpah keutamaan.
Sebuah gerakan demi membela rasa keadilan dan kebenaran terhadap siapapun dan
dalam kondisi apapun. Jujur dan berani menanggung risiko, itulah warisan mulia
kepemimpinan nabi yang mestinya ditauladani para pemimpin dan elite di negeri
ini umumnya dan khususnya pimpinan peradilan. Faktanya, kadangkala amat susah
menemukan elite negeri ini bersikap dan berperilaku mencontoh kepemiminan nabi.
Rasanya untuk menemukan sebuah arti kejujuran saja misalnya sudah sulit, tak
obahnya sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Padahal kejujuran dari
ungkapan kata-kata saja belum cukup memadai untuk menjadi modal bagi pemimpin.
Fakta sulitnya menemukan kejujuran itu berbanding terbalik dengan anjuran
meneladani sikap dan perbuatan nabi. Di corong mimbar-mimbar maupun dalam
teks-teks tulisan, hampir saban waktu mendengar para pemimpin dan penganjur
mengajak untuk mencontoh sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi yang
dijumpai akhir-akhir ini justru kian lekatnya hipokrisi atas fakta yang sudah
telanjang. Kadangkala masyarakat masih saja dipertunjukkan bahwa kejujuran
masih terus dikalahkan oleh kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek,
kebenaran hukum telah dikalahkan oleh kepentingan politik sesaat, hukum telah
dijungkarbalikan oleh kemauan elit politik sehingga hukum tidak lagi menjadi
panglima. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 4
Menjadi seorang pemimpin yang katanya menempatkan Nabi
Muhammad SAW. sebagai tauladan terdepan sudah seharusnya berani pula mengambil
segala risiko dan bertanggungjawab atas segala akibat kepemimpinan. Bukan
justru malah sebaliknya buang badan dan melemparkan tanggung jawab itu kepada
anak buah, tepatlah dikatakan oleh orang bijak “ibarat lempar batu sembunyi
tangan”. Bukan pula pemimpin yang gemar menyebut orang lain telah memfitnahnya
padahal yang hendak disuarakan oleh orang itu adalah kebenaran sesungguhnya, atau
justru malah tidak tahu akan kebijakan yang telah diperbuat oleh bawahannya
sehingga lepas tanggung jawab ketika muncul persoalan. Maulid nabi bukan
sekadar peringatan untuk seruan dan ajakan, maulid nabi merupakan momentum
untuk merenung dan mulai berbuat sesuai apa yang diajarkan dan diperbuat oleh
Nabi Muhammad SAW. Untuk para pemimpin di negeri ini, maulid nabi seyogianya
menggerakkan hati nurani terbentuk pola diri untuk jujur, berani mengambil
risiko, dan bertanggungjawab atas akibat dari kepemipinannya.
Sifat shiddiq
artinya benar, bukan hanya sekedar perkataannya saja yang benar, tapi juga
perbuatannya juga benar, sehingga antara perbuatan sama dengan ucapannya.
Jangan sampai pemimpin yang hanya kata-katanya yang manis di mulut, namun
perbuatannya berbeda dengan ucapannya. Nabi Muhammad SAW. merupakan satu sosok
figur yang sangat mempesona, sopan dalam bertutur kata, jujur manakala bicara
sepanjang hayatnya, tidak pernah berdusta serta luhur budi pekertinya. Hal
inilah yang membuat orang-orang terkagum-kagum kepada beliau bahkan dari dulu
sampai saat ini semua orang di penjuru dunia mengagumi profil beliau, memiliki
integritas kepribadian yang sangat luar biasa. Beliau mempunyai perilaku dan
akhlak yang sangat mulia terhadap sesama manusia, khususnya terhadap umatnya
tanpa membedakan atau memandang seseorang dari status sosial, warna kulit, suku
bangsa atau golongan tertentu. Beliau selalu berbuat baik kepada siapa saja
bahkan kepada orang jahat sekalipun atau orang yang tidak suka kepadanya.
Eksistensi sifat
shiddiq, memiliki pengertian bahwa pemimpin selalu dianggap berada dalam
tataran slogan kebenaran dan jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Segala
sesuatu yang diucapkan jangan pernah ada punya tendensuis pribadi atau didasari
oleh interest dan emosional pribadi, tetapi semua yang diucapkan oleh didasari
atas panduan bisikan hati nurani. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal.
5
Integritas adalah sebuah konsep konsistensi tindakan,
nilai-nilai, metode, langkah-langkah, prinsip, harapan, dan hasil. Dalam etika
kepemimpinan, integritas dianggap sebagai kejujuran dan kebenaran yang
merupakan kata kerja atau akurasi dari tindakan seseorang. Integritas dapat
dianggap sebagai kebalikan dari kemunafikan, yang menganggap konsistensi
internal sebagai suatu kebajikan, dan menyarankan bahwa pihak-pihak yang
memegang nilai-nilai yang tampaknya bertentangan harus account untuk
perbedaan atau mengubah keyakinan mereka.1 Dengan demikian, seseorang dapat
menghakimi bahwa orang lain memiliki integritas sejauh bahwa mereka bertindak
sesuai dengan, nilai dan prinsip keyakinan mereka mengklaim memegang.
Integritas (shiddiq) seorang penegak hukum adalah landasan penting dari
setiap sistem berdasarkan supremasi dan objektivitas hukum.
1 Kata
“integritas” berasal dari kata sifat Latin integer (utuh, lengkap) Dalam
konteks ini, integritas adalah rasa batin “keutuhan” yang berasal dari kualitas
seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Abstraksi mendalam Sebuah sistem
nilai dan berbagai interaksi yang berlaku juga dapat berfungsi sebagai faktor
penting dalam mengidentifikasi integritas karena kongruensi atau kurangnya
kongruensi dengan pengamatan. Sistem nilai yang dapat berkembang dari waktu ke
waktu sementara tetap mempertahankan integritas jika mereka yang mendukung
account nilai untuk dan menyelesaikan inkonsistensi.
Menurut Burt
Nanus dalam “The Seven Keys to Leadership in a Turbulent World”,
integritas itu dimana seorang pemimpin berlaku fair, jujur, terpecaya, peduli,
terbuka, loyal, dan punya komitmen yang tinggi. Melakukan yang benar dalam
pekerjaan adalah benar (haq) meskipun orang lain tidak melakukannya,
sedangkan melakukan yang salah (bathil) adalah tetap salah meskipun
orang lain melakukannya. Disinilah seorang pemimpin dituntut untuk memiliki
moralitas yang tinggi dalam menjalankan kepemimpinannya. Karena sesungguhnya
tindakan itulah yang dapat menjamin kemajuan. Bekerja juga harus membuang
prinsip hanya mencari keuntungan besar semata atau hanya sekedar lepas dari
tanggung jawab. Pekerjaan yang baik dengan sifat shiddiq adalah
manajemen yang dijalankan secara jujur, adil, sehat dan tidak sampai mezalimin
bawahannya bahkan jangan sampai merugikan negara.
Karakteristik
sebuah integritas ini wajib dibangun dalam tiap pimpinan dalam level apapun
hingga menyatu dalam karakter kepemimpinannya. Tekad untuk mewujudkan karya
terbaik berdasarkan karakter integritas merupakan landasan utama keberhasilan
sebuah instansi menghadapi sebuah kemajuan maupun menjadikan dirinya sebagai
yang terpuji dan Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 6
terpercaya. Suatu tekad yang bukan saja strategis tapi juga
semakin langka diterapkan dalam budaya kerja saat ini.
Disamping sifat shiddiq
sifat amanah (akuntabel) yaitu jika satu urusan diserahkan
kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk
Makkah dengan gelar al Amin yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau
diangkat jadi nabi dan rasul. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Makkah
mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong. Akuntabel mempunyai
pengertian bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu menjaga amanah yang diembannya dan
bisa dipertanggunjawabkan. Beliau tidak pernah menggunakan wewenang
(kompetensi) dan otoritasnya sebagai nabi dan rasul atau sebagai pemimpin
bangsa Arab untuk kepentingan pribadi, keluarga dan sukunya, namun yang
dilakukan beliau semata untuk kepentingan Islam semata. Sebagai contoh dalam
suatu riwayat diceritakan bahwa salah seorang sahabat yang bernama Abu Thalhah
pernah memberikan sebidang tanah yang subur kepada beliau tapi beliau tidak
menggunakan tanah itu dengan seenaknya, tetapi beliau mencari sanak saudara Abu
Thalhah yang berkehidupan kurang layak dan memberikan tanah itu untuk mereka,
supaya taraf perekonomian mereka meningkat.
Bahwa amanah
merupakan salah satu dari sifat wajib bagi para nabi dan rasul. Amanah artinya
dapat dipercaya, lawannya adalah khianat. Pemimipin yang dipercaya artinya
segala kegiatan baik ucapan maupun perbuatannya selalu dipercaya dan diyakini
oleh bawahannya suatu kebenaran. Seseorang pimpinan dapat dikatakan dapat
dipercaya, apabila ia dapat melaksanakan amanah atau kepercayaan dari orang
lain kepadanya. Sifat amanah ini sejak kecil dimiliki oleh nabi, karena sifat
amanahnya ini dipercaya menggembala kambing milik pamannya dan tetangganya.
Atau ketika dipercaya membawa barang dagangan Siti Khadijah. Keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya,tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan
tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja,
tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Nabi Muhammad
SAW. dikenal sebagai orang yang jujur dan teguh memegang janji. Jika ada orang
yang hendak menitipkan barang, maka yang dicari adalah Nabi Muhammad SAW. Ia
sering mengorbankan kepentingan sendiri hanya untuk menepati janji. Suatu hari
beliau pernah Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 7
menjual beberapa ekor unta. Setelah terjual dan pembelinya pergi,
beliau teringat bahwa ada di antara unta yang dijual itu yang cacat. Beliau
segera menyusul pembeli tersebut dan mengembalikan uangnya. Oleh karena itu,
tidak heran jika semua penulis sejarah mengatakan bahwa beliau ini mendapat
gelar al Amin.
Seorang pimpinan
baru dapat dikatakan amanah jika hasil pekerjaan tidak ada penyelewengan atas
jabatannya dan tidak takut ketika diaudit oleh akuntan publik karena memang ia
bekerja di jalannya (rel yang benar). Jangan sampai pimpinan ketika tidak
menjabat lagi justru malah berurusan dengan aparat penegakkan hukum karena
terindikasi adanya penyalahgunaan dan penyelewenangan wewenang selama memangku
jabatan, potret kepemimpinan seperti inilah rasa-rasanya terekam dalam benak
masyarakat ketika menonton, mendengar dan membaca dari mass media terlalu
banyak pembesar negeri ini ketika masih menjabat, atau diakhir masa jabatannya
bahkan ketika pensiun malah menjadi penghuni hotel prodeo akibat menjalahi
standar operasional prosedur yang telah ditentukan.
Disamping sifat
amanah, sifat yang ditonjolkan Nabi Muhammad SAW. adalah tabligh artinya
menyampaikan (transparansi). Segala firman Allah SWT. sebagai titipan yang
ditujukan untuk manusia, disampaikannya tanpa dipotong atau disunat satu
ayatpun. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung persaannya. Tabligh
(transpran) sifat ini mempunyai pengertian bahwa beliau selalu menyampaikan
segala sesuatu yang diwahyukan Allah SWT. kepadanya meskipun terkadang ada ayat
yang substansinya menyindir beliau seperti yang tersurat dalam surat Abbasa,
dimana Rasulullah mendapat teguran langsung dari Allah SWT. pada saat beliau
memalingkan mukanya dari Abdullah Ummu Maktum yang meminta diajarkan suatu
perkara sama sekali tidak disembunyikan oleh beliau. Beliaupun tidak merasa kwatir
reputasinya akan rusak dengan sindiran Allah SWT. tersebut, justru sebaliknya
para sahabat tambah meyakini akan kerasulan beliau.
Tabligh
juga dapat diartikan bahwa sebuah media komunikasi yang
memiliki korelasi yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan
bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Kemampuan berkomunikasi akan
menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya.
Setiap pemimpin memiliki pengikut guna merealisir gagasannya dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Disinilah urgensinya kemampuan Tauladan Sifat
Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 8
berkomunikasi bagi seorang pemimpin, untuk mempengaruhi
perilaku bawahannya. Inilah hakekatnya dari suatu manajemen dalam organisasi.
Nabi Muhammad SAW. dikenal sebagai komunikator ulung. Beliau berbicara dengan
bahasa yang mudah dimengerti sesuai kadar intelektualitas dan lingkup
pengalaman orang yang dihadapinya.
Dalam teori
komunikasi itu disebut sebagai frame of reference (kerangka dasar ilmu
pengetahuan) dan field of experience (lingkup pengalaman). Jauh
sebelumnya, yakni empat belas abad yang lalu, beliau sudah menganjurkan kepada
para sahabat tentang pentingnya kedua faktor itu dalam menjalin komunikasi yang
efektif. Sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari mengungkapkan bahwa Nabi
bersabda “Ajaklah mereka berbicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui”,
inilah yang disebut field of experience. Sedangkan pada sebuah hadis
lain yang diriwayatkan Ad-Dailami, Nabi bersabda “Aku diperintahkan untuk
berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan berfikir mereka”, inilah
yang diistilahkan field of reference.
Dalam rangka
menghindari terjadinya distorsi atau salah pengertian yang merupakan hambatan
komunikasi, selalu berbicara dengan tenang dan jelas. Istri beliau, Aisyah,
menceritakan, “Rasulullah tidaklah berbicara seperti yang biasa kamu lakukan
(yaitu berbicara dengan nada cepat). Namun beliau berbicara dengan nada
perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal oleh
orang yang mendengarnya.”(HR.Abu Daud). Dalam kesempatan lain Aiysah juga
berkata, “Tutur kata Rasulullah sangat teratur, untaian demi untaian kalimat
tersusun dengan rapi, sehingga mudah dipahami oleh orang yang
mendengarkannya.”(HR.Abu Daud). Bahkan beliau sering melakukan penegasan dengan
menaikkan nada (affirmation) dan pengulangan (repetition) agar
ucapannya dapat dimengerti dan difahami dengan baik. Sebagaimana diriwayatkan,
Anas bin Malik mengatakan: “Rasulullah sering mengulangi perkataannya tiga kali
agar dapat dipahami.”(HR.Bukhari).
Sebagai seorang
pimpinan juga sebagai komunikator, harus memiliki dua faktor penting yang harus
ada pada komunikator yakni kepercayaan audiens/lawan bicara kepada komunikator (source
credibility) dan daya tarik komunikator (source attraction). Dalam
komunikasi, tidak hanya mengandalkan bahasa verbal, tetapi juga melalui bahasa
tubuh (body language), bahasa imajerial, bahasa isyarat dan berbagai
bahasa non-verbal lainnya, senantiasa Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri
Hal. 9
berpikir. Pimpinan seharusnya lebih banyak diam, dan
berbicara seperlunya serta lebih banyak berbuat. Ucapannya selalu padat,
detail, dan jelas, tidak lebih dan tidak kurang, tidak kasar serta tidak
merendahkan bahwannya. Jika kebenaran dilanggar tidak akan diam hingga
kebenaran itu ditegakkan. Tidak pernah marah dan tidak pula memperjuangkan
kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Ketika menunjuk dan memerintahkan
sesuatu, seharusnya selalu menggunakan seluruh telapak tangannya.
Sebagai
pelengkap dari ketiga sifat di atas, adalah fathonah (profesional)
artinya cerdas, mustahil Nabi itu bodoh atau jahil. Dalam menyampaikan
6.666 ayat al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits
membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Nabi harus mampu menjelaskan
firman-firman Allah SWT. dan maksud firman itu kepada umatnya sehingga mereka
mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang
kafir dengan cara yang sebaik-baiknya. Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya
sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan terpecah-belah serta saling perang
antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam 1
negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa.
Sifat fathonah
(cerdas, intelek) adalah suatu keniscayaan untuk para nabi dan rasul karena
tidak mungkin Rasulullah bisa menyampaikan wahyu yang berupa al Qur’an yang
sedemikian banyaknya hingga mencapai 6.666 ayat tanpa ada yang salah dan keliru
satupun. Jika beliau tidak mempunyai fondasi intelektual yang tinggi hal itu mustahil
terjadi. Kecerdasan Rasulullah tidak hanya intelektual semata tetapi juga
cerdas dari segi emosional dan spiritual. Kualifikasi seorang pemimpin, salah
satu diantaranya adakah profesional yakni memiliki kemampuannya dalam mengelola
emosi dirinya dan emosi orang yang dipimpinnya atau dikenal dengan Emotional
Intelligence sehingga seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional
dituntut mampu memahami emosi dirinya, emosi orang yang dipimpinnya serta mampu
mengelola emosi-emosi tersebut dalam hubungan sosial untuk mewujudkan tujuan
bersama. Kemampuan tersebut diperlukan dalam merespon kondisi dan situasi, dan
hanya pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi yang akan
diterima dan memberi harapan kepada orang yang dipimpinnya. Tauladan Sifat
Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 10
C.
Penutup.
Meneladani
prinsip Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, yaitu jujur / integritas (siddiq),
tanggung jawab / akuntabel (amanah), transparan (tabligh), dan
bersifat professional (fathonah) merupakan kunci sukses dalam setiap
bidang kehidupan dan kepemimpinan.
Kepemimpinan yang berintegritas merupakan kepemimpinan yang mampu
memberi insipirasi kepada yang dipimpinnya untuk menyumbangkan fikiran, tenaga
dan kemampuan mereka yang terbaik demi tercapainya tujuan bersama. Pemimpin
yang berintegritas dalam konsepsi Islam mempunyai sejumlah karakteristik atau
ciri tertentu antara lain: (a) Shiddiq; mempunyai akhlaq yang mulia,
jujur, (b) Amanah; beriman, bertaqwa dan akuntabel, dipercaya, (c) Fathonah;
cerdas, mempunyai kompetensi, mempunyai visi ke depan yang
jelas, dan (d) Tabligh; terbuka, kebersamaan, dan komunikatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar