Sabtu, 12 Januari 2013

Nabi Muhammad SAW Sebagai Pemimpin Agama Dan Pemimpin Negara





Nabi Muhammad SAW Sebagai Pemimpin Agama Dan Pemimpin Negara

risalah ilahi masih berbentuk lokal. Maksudnya para rasul masih diutus untuk kaumnya masing-masing. Para rasul itu menyeru hanya kepada kaumnya, sebagaimana yang dikisahkan Allah dalam Al Qur’an dari mulai Nuh, Hud, Syu’aib, sampai Shalih. Seruan mereka berbunyi, “Wahai kaumku!” dan begitu juga Nabi Isa, sebagaimana diriwayatkan, berkata, “Aku diutus karena penyelewengan Bani Israil yang sesat.” Namun setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW, risalah ilahi dibawah naungan Islam beralih dari kerangka yang bersifat kesukuan menjadi kemanusiaan. Karena itu seruannya menjadi, “Wahai manusia!” Jadi seluruh manusia diharuskan mengikuti satu Rasul, yaitu Muhammad SAW. Karena itu tidak ada rasul sesudahnya dan tidak diterima mengikuti rasul-rasul sebelumnya.
Allah SWT berfirman:

مَاكَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلكِنْ رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّينَ …

Artinya: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [QS.Al-Ahzab: 40]
Islam yang lahir atas dasar rahmatan lil alamin diharapkan mampu menyejahterakan manusia dalam segala hal. Karena itu ajaran Islam merupakan suatu sistem normatif dimana agama berhubungan secara integral dengan segala bidang kehidupan umat Islam, seperti politik, ekonomi, hukum, pendidikan dan keluarga, seperti dirumuskan oleh Sa’ad Hawwa dalam kitab ”Al-Islam”nya.
Adalah suatu ciri khas ajaran Islam seperti yang dipopulerkan oleh Dr.Yusuf Al Qardhawy dalam “Khashaish Ammah Li Dinil Islam” dan sebagaimana disimpulkan oleh John L. Esposito dalam “Islam and Development; Religion and Sociopolitical Change” adalah keyakinan bahwa agama Islam itu merupakan suatu cara hidup dan tata sosial yang menyeluruh. Agama yang memiliki hubungan yang integral dan organik dengan politik dan masyarakat. Ideal Islam ini tergambar dalam dinamika hukum Islam yang merupakan suatu hukum yang serba mencakup, dimana termasuk di dalamnya tugas seorang muslim terhadap Allah [Hablun Minallah; shalat, puasa, haji, dll.] dan tugasnya terhadap sesama manusia [Hablun Minannas; hukum keluarga, hukum perdata, pidana, hukum politik, dsb.].
Kejayaan Islam yang terukir dalam sejarah peradaban manusia tentu tidak terlepas dari peran dan sepak-terjang Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa pesan kebaikan, kebenaran, dan rahmat dari Allah SWT. Dan bukti-bukti kejayaan itu hingga kini dapat dirasakan oleh siapa saja yang bermaksud menggalinya; sejak dari peradaban umat manusia hingga warisan agama yang oleh Voltaire disebut warisan agama alami yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Menurut Marshall G. Hodgson, ahli sejarah [konsentrasi] peradaban Islam, sebagaimana yang dikutip Dr. Nurkholish Madjid dalam salah satu tulisannya, bahwa kesuksesan kepemimpinan Nabi Muhammad dalam menaklukkan manusia adalah demi membebaskan mereka dari belenggu kebodohan dan kegelapan dengan landasan cinta kasih, keimanan, dan niat tulus. Meskipun mengalami berbagai hambatan dan rintangan, namun dakwah dan kepemimpinan beliau begitu mudah diterima oleh umat manusia. Sehingga tak heran, dalam kurun waktu tak lebih dari 23 tahun, ajaran agama Islam dengan mudah tersebar ke penjuru dunia.
Oleh sebab itu, adalah merupakan suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk mengetahui sejarah sukses kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, baik sebagai pemimpin agama maupun sebagai pemimpin Negara, sehingga dengan begitu diharapkan mampu diterapkan dan diteladani dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berbangsa, lebih-lebih dalam beragama.

A- KONDISI POLITIK DAN SOSIOKULTURAL PRA-ISLAM
Sebelum membahas eksistensi Nabi Muhammad SAW baik sebagai pemimpin Islam maupun pemimpin Negara, ada baiknya kita sedikit menoleh ke belakang, menelusuri sejarah keadaan masyarakat manusia menjelang kelahiran beliau. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh para sarjana arkelogi dengan banyaknya menggali dan mempelajari masalah peradaban-peradaban manusia zaman dahulu. Dan mereka sepakat menyimpulkan bahwa ternyata sejak ribuan tahun lalu, peradaban-peradaban manusia itu sudah begitu berkembang dan tersebar hingga ke pantai-pantai laut tengah dan sekitarnya di Mesir, di Asiria dan Yunani. Bahkan hingga kini pun perkembangannya tetap dikagumi dunia. Sejak dari perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam bidang pertanian, perdagangan, peperangan, serta dalam segala bidang kegiatan manusia lainnya.
Dalam kitab “Hayatu Muhammad” karya Muhamamad Husain Haekal disebutkan bahwa semua peradaban itu sumber dan pertumbuhannya selalu berasal dari agama, Sehingga dalam lingkungan itulah dilahirkan para Rasul yang membawa agama-agama yang kita kenal sampai saat ini. Seperti di Mesir dilahirkan Nabi Musa, dan di Palestina dilahirkan Nabi Isa.
Ajaran-ajaran agama itu terus bertahan dan berkembang di bawah kekuasaan raja-raja kala itu. Misalnya Kerajaan Romawi yang membawa panji agama Nasrani, maka seluruh masyarakat kerajaan tersebut telah menganut agama Nabi Isa ini. Sehingga dengan demikian semakin mempermudah agama Nasrani berkembang hingga sampai ke Mesir, Syam [Suria, Libanon dan Palestina] serta Yunani, dan dari Mesir menyebar pula ke Ethiopia. Dan semua yang berada di bawah panji kerajaan Romawi dan yang ingin mengadakan persahabatan dan hubungan baik dengan kerajaan ini berada di bawah panji agama Masehi itu.
Meskipun agama Masehi berada di bawah pengaruh Romawi, namun dalam waktu bersamaan agama Majusi juga tumbuh di Persia, bahkan mendapat dukungan moril dari Timur Jauh dan India, sehingga paham Masehi di Barat dan Majusi di Timur sangat mewarnai berbagai kerajaan kala itu. Namun mereka tetap saling menghormati kepercayaan masing-masing, dan satu sama lain tidak saling mempengaruhi kepercayaan atau peradaban, sekalipun peperangan antara mereka itu berlangsung terus menerus sampai sekian lama. Dan keadaan serupa itu terus berlangsung sampai abad ke-6 Masehi.
Memasuki abad ke-6 Masehi berbagai permasalahan politik, keagamaan hingga budaya terus menerus mengalami kemunduran. Motivasi yang menyimpang dari para penguasa kala itu turut memperparah kondisi masyarakatnya. Masyarakat saat itu sangat mudah terpecah belah dan terkotak-kotak. Dan agama pun ikut pula terpecah belah ke dalam golongan-golongan dan sekte-sekte. Keadaan ini terus saja berlanjut hingga memasuki pertengahan abad ke-6 Masehi.
Gambaran dunia politik menjelang pertengahan abad ke-6 sesudah Masehi, terbukti bahwa dunia berada dalam keadaan gelap dan parah dengan takhayul yang merusak kehidupan spiritual manusia. Keserakahan dan tirani telah menjarah kesejahteraan moralnya, dan penindasan telah melumpuhkan mayoritas penduduknya. Bangsa-bangsa yang dahulu pernah merdeka dan produktif peradaban-peradaban tertua di dunia, seperti Asyria, Thunisia, dan Mesir, kini tak berkutik di bawah cengkeraman serigala Romawi. Sementara peradaban Babylonia, yang menderita akibat dominasi Persia yang sama-sama tiraninya, hanya dibolehkan hidup marginal (pas-pasan), sementara semua kekayaan negerinya, tanah subur antara dua sungai (Eufrat dan Tigris) disedot untuk memenuhi perbendaharaan para kaisar Persia dan kaki tangannya. Di lingkungan Romawi, kaum elite yang memiliki banyak budak tenggelam dalam kekayaan yang luar biasa dan bebas dari pajak. Sedangkan penduduk (pribumi) yang berdominasi harus memiliki semua beban pajak; mereka terbebani secara amat berlebihan secara fisik maupun finansial.
Sementara kondisi sosiokultural, sepeninggalan Nabi Isa, ajaran agama Allah yang dibawa dan disiarkannya makin lama makin luntur dan cahayanya makin suram. Manusia berangsur-angsur menjauhi dan menyimpang dari ajaran agama yang benar, perlahan-lahan dibawa oleh hawa nafsunya ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan. Perikemanusiaan mengarah kepada sifat kebinatangan dan kebuasan, yang kuat menindas yang lemah, yang kaya memeras yang miskin, yang kuasa menginjak-injak yang dikuasainya, sehingga persaudaraan menjadi permusuhan, persatuan menjadi perpecahan, kesayangan menjadi kebengisan, dan penghambaan kepada Allah menjadi penghambaan kepada sesama manusia, berhala, api, binatang, kayu, dan batu. Demikianlah gambaran dunia, lima ratus tahun sesudah Nabi Isa di Eropa dan Afrika, di Persia dan Asia umumnya. Lebih-lebih di Tanah Arab pada zaman Jahiliyah, suatu zaman yang gelap gulita yang diliputi kebodohan dan keterbelakangan.

B- KELAHIRAN MUHAMMAD BIN ABDULLAH
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muhammad Sulaiman Al-Mansyurfury dan astronom Mahmud Basya, sebagaimana dikutip oleh Syekh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfury dalam Sirah Al-Nabawiyah bahwa Nabi Muhammad SAW lahir di keluarga Bani Hasyim di Makkah, pada Senin pagi, 9 Rabi’ul Awwal, permulaan tahun gajah, bertepatan 20 atau 22 April 571 M. Dalam catatan kakinya, Shafiyur Rahman menuliskan bahwa terdaptnya perbedaan mengenai tanggal bulan kelahiran Nabi SAW disebabkan perbedaan dalam kalender Masehi.
Seperti yang telah diketahui bahwa semasa beliau masih dalam kandungan Ibunya Aminah, ayah Muhammad, Abdullah telah terlebih dahulu meninggal dunia. Dan setelah lahir, ia sempat disusui beberapa hari oleh Tsuwaibah, hamba sahaya Abu Lahab, yang kebetulan sedang menyusui anaknya bernama Masruh, yang sebelum itu wanita ini juga menyusui Hamzah bin Abdul Muthallib. Setelah itu, wanita ini juga menyusui Abu Salamah bin Abdul Asad Al-Makhzumy. Selanjutnya, Abdul Muthallib kembali mencari perempuan lain yang bisa menyusui Muhammad kecil. Dia meminta Keluarga (Bani) Sa’ad yaitu Halimah binti Abi Dhzua’ib, dengan didampingi suaminya Al-Haritsh bin Abdil Uzza yang bergelar Abu Kabsyah dari kabilah yang sama. Muhammad kecil tinggal di tengah-tengah Bani Sa’d sampai usia 4 atau 5 tahun. Dan bersama keluarga ini pula terjadi peristiwa pembedahan terhadap diri Muhammad oleh Malaikat Jibril.
Ketika menginjak usia 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia. Selanjutnya ia diasuh oleh kakeknya Abdul Muthallib. Tepat diusia 8 tahun sang kakek juga meninggal, dan ia pun harus diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Lantaran kondisi ekonomi pamannya yang memprihatinkan, Muhammad kecil terpaksa harus mengembalakan kambing keluarga dan penduduk Makkah dengan imbalan beberapa dinar.
Memasuki usia 25 tahun, Muhammad berdagang ke Syam membawa barang-barang milik Khadijah binti Khuwailid, perempuan terpandang, pedagang kaya raya yang berasal dari Bani Asad. Khadijah mendengar akhlak mulia tentang kepribadian Muhammad, maka dia meminta Muhammad untuk menjalankan daganggnya ke negeri Syam. Bahkan Khadijah siap member imabalan lebih daripada pekerja lainnya. Muhammad pun menerima tawaran tersebut dan pergi didampingi seorang pembantu bernama Maisarah. Dan tak berapa lama setelah itu Muhammad akhirnya menikah dengan Khodijah sendiri. Acara pernikahan terjadi 2 bulan sepulangnya Muhammad dari Syam.

C- NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI PEMIMPIN AGAMA
Salah satu kegiatan yang paling digemari Muhammad hingga menginjak usia 40 tahun adalah mengasingkan diri. Dengan hanya berbekal roti dan air, beliau pergi ke gua Hira, tempatnya berada di Jabal Nur. Di tempat inilah wahyu pertama kali terjadi, yakni pada hari senin malam tanggal 21 Ramadhan, bertepatan dengan 10 Agustus 610 M. Pada saat itu usia beliau masih genap 40 tahun lebih 6 bulan 12 hari menurut perhitungan kalender Hijriyah, atau 39 tahun lebih 3 bulan 20 hari menurut perhitungan kalender Masehi.
Pada saat Muhammad lahir hingga ketika diangkat menjadi Rasul, beliau SAW tinggal di tengah-tengah kaum Quraisy Makkah yang memiliki daerah merdeka mirip-mirip sebuah republik (sekarang ini). Mereka sangat jauh dari pertentangan politik. Dan struktur republik yang sudah ada di Makkah (saat itu) benar-benar menghindari mereka dari suatu kekacauan. Sehingga, pada awal Nabi Muhammad SAW diutus di tengah-tengah mereka, tujuan utama dakwah Rasulullah bukan untuk menguasai tampuk kepemimpinan Negara, namun dasarnya adalah mengajak mereka kepada kebenaran, kebaikan, dan keindahan; suatu ajakan yang berdiri sendiri di bawah naungan agama Islam.
Namun meski begitu, Makkah juga merupakan pusat kegiatan keagamaan bangsa Arab. Di sana para penduduk Makkah melakukan berbagai peribadatan di sekeliling  Ka’bah dengan penyembahan terhadap berhala dan patung-patung yang disucikan seluruh bangsa Arab kala itu. Dengan kondisi seperti ini, tidak mudah bagi Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan wahyu ke seluruh umat kala itu. Untuk menghadapi kondisi seperti ini,  maka pola penyebaran dakwah Islam yang dilakukan Rasulullah dengan cara tiga tahap sesuai situasi dan kondisi yang menyertainya kala itu, yakni: tahap rahasia dan perorangan, tahap terang-terangan, dan tahap untuk umum.
a. Tahap rahasia dan perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama, pola dakwah yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi, mengingat kondisi sosiopolitik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah menyampaikan risalah ilahi kepada istrinya Khadijah, kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah. Setelah itu sahabat dekatnya Abu Bakar bin Abi Quhafa yang diikuti oleh Utsman bin Affan, Abdullah bin Auf, Thalha bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Zubair bin Awwam. Adalagi Abu Ubaida bin Al Djarrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khattab, Said bin Zaid dan beberapa orang lainnya. Mereka inilah dalam sejarah Islam disebut dengan Assabiqunal Awwalun.
b. Tahap terang-terangan
Dakwah secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama tiga tahun, sampai turun wahyu berikutnya yang memerintahkan dakwah secara terbuka dan terang-terangan. Ketika wahyu tersebut turun, beliau mengundang keluarga dekatnya untuk berkumpul di Bukit Shafa, menyerukan masyarakat Quraisy untuk mengimani keesaan Allah SWT. Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh Rasulullah seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini dengan dakwah tersebut, banyak kaum Quraisy yang akan masuk Islam.
c. Tahap untuk umum
Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang terfokus kepada keluarga dekat dan kaum sekitar, kelihatannya belum maksimal sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka, Rasulullah mengubah strategi dakwahnya yang lebih luas mencakup uman manusia secara keseluruan. Seruan dalam skala internasional tersebut, didasarkan kepada perintah Allah dalam QS. Al Hijr: 94-95.  Sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut, pada musim haji Rasulullah mendatangi kemah-kemah para jamaah haji. Pada awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali sekelompok jamaah haji dari Yatsrib, kabilah Khazraj, yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah sinar Islam memancar ke luar Mekkah.
1) Problematika Dalam Dakwah Rasulullah SAW
Sebenarnya, posisi Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah penduduk Makkah begitu mulia. Selain lantaran semasa hidupnya dikenal cerdas, jujur, dan lemah lembut, dia juga memiliki silsilah keturunan yang menempati puncak yang tinggi. Beliau dari keluarga Hasyim, juru kunci ka’bah dan penguasa urusan air penduduk Makkah. Gelar-gelar keagamaan yang tinggi-tinggi ada pada mereka. Walau begitu bukan berarti beliau terbebas dari gangguan dan ancaman selama menjalankan misi dakwah islamiyahnya.
Berbagai ancaman, gangguan dan hinaan yang datang bertubi-tubi dari kaum kuffar dan musyrikin seakan mewarnai perjalanan dakwahnya bersama kaum muslimin. Para bangsawan Quraisy dan hartawan yang gemar bersenang-senang mulai merasakan bahwa ajaran Muhamamad merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mula-mula mereka lakukan ialah menyerangnya dengan cara mendeskreditkannya dan mendustakan segala apa yang dinamakannya kenabian itu. Mereka melakukan berbagai propaganda untuk menghentikan kegiatan Nabi Muhammad dan kaum muslimin yang terus bertambah, seperti melakukan penghujatan, caci-maki, pemboikotan, dan sebagainya. Namun karena Muhammad selalu dalam perlindungan Bani Hasyim dan Bani Al Muthallib, ditambah lagi dengan keislaman Hamzah bin Abi Thalib, paman dan saudara sesusu Nabi yang setia melindunginya, membuat pemuka-pemuka Quraisy itu berfikir dua kali untuk membunuh Nabi Muhammad. Apalagi beberapa waktu kemudian, seorang tokoh andalan kafir Quraisy, Umar bin Khattab yang juga masuk Islam, maka semakin bertambah lemahlah pengaruh Quraisy kala itu.
Namun kaum musyrikin Quraisy tak pernah tinggal diam, hari demi hari gangguan itu makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada kaum muslimin yang dibunuh, disiksa, dan semacamnya. Maka strategi Muhammad menyelamatkan umatnya adalah dengan menyarankan mereka supaya tinggal berpencar-pencar. Sebagian mereka disuruh hijrah ke Abisinia yang rakyatnya menganut agama Kristen, dan diperintah oleh seorang Raja yang jujur. Dalam sejarah tercatat bahwa kaum muslimin telah melakukan dua kali hijrah ke negeri tersebut. Bahkan sebagiannya malah ada yang bermukim di sana sampai sesudah hijrah Nabi ke Yatsrib.
Ketika pamannya Abu Thalib meninggal, hubungan Nabi Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk lagi dari yang sudah-sudah. Lalu disusul pula dengan kematian Khadijah yang menjadi sandaran Muhammad, membuat beliau begitu terpukul dan berduka. Pihak Quraisy sepertinya sudah tidak terlalu segan lagi untuk membunuh Nabi Muhammad SAW bila ada kesempatan. Dan dengan alasan ini pulalah beberapa tahun setelah kematian Paman dan Istrinya itu membuat Rasulullah memutuskan untuk melakukan hijrah ke Yastrib, dimana sebelumnya dakwah Nabi SAW telah sampai di sana dan diterima oleh sebagian penduduknya dengan baik. Dan dari tanah Yatsrib ini pulalah kejayaan Islam memasuki babak baru.

2) Rahasia Kesuksesan Dakwah Nabi Muhammad SAW
Kesuksesan dakwah Rasulullah SAW tidak terlepas dari metode dan strategi dakwah  yang beliau terapkan secara sistematis dan terprogram. Adapun di antara strategi sukses dakwah islamiyah beliau di tengah-tengah umat akan penulis rangkumkan sebagai berikut:
  1. Sebagai langkah persiapan, beliau membangun public-image yang positif dari sisi personalitas dan akhlaknya. Dalam hal ini, sejak awal beliau telah mampu menyadang predikat “al-amin”.
  2. Sebagai langkah awal dakwahnya, Rasulullah melakukan dakwah dengan rahasia dan memilih objek dakwah yang paling dekat dengan beliau, seperti istri, keluarga dan para sahabat dekatnya yang dapat dipercaya.
  3. Setelah ada perintah dakwah secara terang-terangan, beliau langsung melakukan dakwah secara terbuka dan mengambil langkah strategis dengan menggunakan media gunung shofa untuk mengumpulkan masyarakat dengan memanfaatkan kesan publik akan kejujurannya untuk memasukkan pesan dakwahnya kepada mereka dan besarnya kasih sayang Abu Tholib kepada beliau sebagai langkah defensive.
  4. Rasulullah juga mengembangkan sikap “Umat Oriented“, artinya lebih mementingkan keselamatan umatnya di atas dirinya.
  5. Setelah hijrah ke Madinah; langkah pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid sebagai tempat ibadah dan media mengumpulkan pengikutnya serta bermusyawarah tentang rencana perjuangan berikutnya. Langkah kedua, dengan ikatan persaudaraan antarumat Islam beliau mantapkan dengan meletakkannya atas satu landasan, yaitu Islam (bukan etnis, stratta sosial dan sebagainya).
  6. Setelah itu, barulah beliau membangun politik kenegaraan yang dimulai dengan terciptanya Perjanjian Madinah dan beliau sendiri sebagai Kepala Negara.
Di samping itu, ada beberapa hal yang menjadi modal kesuksesan utama dalam berdakwah sehingga mudah diterima oleh segala lapisan masyarakat yang mendambakan kebenaran dan ketentraman, di antaranya adalah: (a) meletakkan dasar keimanan yang kokoh; (b) menciptakan keteladanan yang baik seperti yang dilukiskan Al Qur’an; (c) menetapkan persamaan derajat manusia dengan mengangkat harkat dan martabat mereka di atas azaz toleransi; (d) menjadikan ukhuwah islamiyah sebagai tiang kebudayaan; (e) pembinaan sistem akhlakul karimah dan pendidikan dalam menjalani kehidupan; (f) menegakkan secara bersama-sama syari’at Islam menuju muslim kaffah.
D- PRAKTIK KENEGARAAN PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW
Meski agama Islam lahir di tanah Makkah, namun doktrin-doktrin wahyu ilahi yang disampaikan oleh Nabi Muhammad belum begitu efektif berjalan di tengah-tengah hegemoni politik dan ekonomi kaum aristoktrat Quraisy. Pengikut Muhammad pada periode Makkah sebagian besar hanya terdiri dari orang-orang yang tertindas dan mengamalami ketidakadilan dalam tatanan masyarakat kala itu. Sehingga tak heran mereka masih minoritas dan belum dapat tampil sebagai komunitas yang membongkar tatanan masyarakat Qurasiy Makkah yang timpang tersebut.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di kalangan masyarakat Madinah pasca peristiwa hijrahnya Muhammad bersama pengikut-pengikutnya ke Madinah pada 622 Masehi. Keberadaan Nabi dan ajaran agama baru yang dibawanya sudah mendapat tempat dan simpati. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa Bai’ah al-‘Aqabah setahun sebelum beliau hijrah.
Dalam peristiwa Bai’ah al-“Aqabah tersebut, sebanyak 12 orang penduduk Yastrib (nama kota Madinah sebelum diganti), pada musim haji menyatakan keislamannya. Dalam bai’ah tersebut, mereka menyatakan bahwa mereka hanya akan menyembah Allah, meninggalkan segala perbuatan jahat dan menaati Nabi Muhammad. Kedua belas orang penduduk tersebut menurut catatan Ibn Hisyam, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Iqbal adalah: (1) As’ad ibn Zura’ah, (2) ‘Awf ibn Harts, (3) Mu’adz ibn Harts, (ketiganya berasal dari Bani Najjar), (4) ‘Ubadah ibn Shamit, dan (7) Yazid ibn Tsa’labah, (keduanya dari Bani ‘Awf), (8) ‘Abbas ibn ‘Ubadah dari Bani Salim, (9)’Uqabah ibn ‘Amir, (10) Quthbah ibn ‘Amir, (kedua bersaudara ini berasal dari Bani Salamah), (11) Malik Abu al-Haitsam ibn al-Taihan dari Bani ‘Abd al-Asykal, serta (12) ‘Uwain ibn Sa’idah dari Bani ‘Amr ibn ‘Awf. (Lihat Ibn Hisyam, Sirah al-Nabi, Juz II, Beirut: Darul Fikri, hal. 40-41).
Pada tahun berikutnya, sebanyak 73 orang Yatsrib yang sudah memeluk Islam datang kembali ke Makkah mempertegas pengakuan keislaman mereka dan pembelaan kepada Nabi Muhammad. Dalam kesempatan ini mereka mengajak Nabi untuk berhijrah ke Madinah yang selanjutnya dikenal dengan Bai’ah al-‘Aqabah kedua.
Dua peristiwa bersejarah inilah yang mengubah arah perjalanan Nabi Muhammad dan pengikutnya dari kelompok tertindas menjadi kekuatan politik yang kokoh, solid dan disegani. Kedua peristiwa ini juga merupakan titik awal bagi Nabi Muhammad untuk mendirikan Negara Madinah. Di kota yang baru ini Nabi Muhammad baru bisa secara efektif menerapkan dimensi sosial ajaran Islam untuk menciptakan masyarakat yang berbudaya. Hal ini ditopang sepenuhnya oleh dukungan penduduk Madinah sendiri yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj.
Dari masyarakat ini kemudian Nabi Muhammad menciptakan suatu kekuatan sosial-politik dalam sebuah Negara Madinah. Maka langkah pertama yang dilakukan Rasulullah adalah membangun masjid beserta bangunan tempat tinggalnya di sekitar masjid tersebut serta beberapa tempat tinggal kaum muslimin, terutama bagi fakir miskin yang tidak punya tempat tinggal. Hal lain yang tak kalah pentingnya dilakukan oleh Nabi Muhammad di Madinah dalam rangka pembentukan sebuah Negara adalah membuat PIAGAM MADINAH pada tahun Pertama Hijriyah. Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat Madinah yang majemuk, dimana bergabung di dalamnya 3 kelompok masyarakat, yaitu umat Islam sendiri (baik Muhajirin dan Ansyhar); orang-orang Yahudi (dari suku Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’; dan sisanya suku Arab yang masih menyembah berhala (poluteisme).
E- BENTUK NEGARA YANG DIDIRIKAN NABI MUHAMMAD SAW
Negara Madinah dapat dikatakan sebagai Negara dalam pengertian yang sesungguhnya, karena telah memenuhi syarat-syarat pokok pendirian suatu Negara; yaitu wilayah, rakyat, pemerintah dan undang-undang dasar. Menurut Munawir Sjadzali dalam bukunya “Islam dan Tata Negara Ajaran Sejarah dan Pemikiran” sebagaimana dikutip oleh Muhammad Iqbal dalam bukunya “Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam bahwa Piagam Madinah sebagai konstitusi Negara Madinah memberi landasan bagi kehidupan bernegara dalam masyarakat yang majemuk di Madinah.
Landasan tersebut adalah:
  1. semua umat Islam adalah satu kesatuan, walaupun berasal dari berbagai suku dan golongan;
  2. hubungan intern komunitas muslim dan hubungan ekstern antara komunitas muslim dengan non-muslim didasarkan pada prinsip bertetangga baik, saling membantu menghadapi musuh bersama, membela orang yang teraniaya, saling menasehati dan menghormati kebebasan beragama.
Terwujudnya Piagam Madinah merupakan bukti sifat kenegaraan Muhammad. Beliau tidak hanya mementingkan umat Islam, tetapi juga mengakomodasi kepentngan orang-orang Yahudi dan mempesatukan kedua umat serumpun ini di bawah kepemimpinannya. Bagi umat Islam, Nabi Muhammad berhasil menciptakan persatuan dan kesatuan serta persaudaraan di antara kaum muhajirin dan anshar, juga antara suku-suku di kalangan anshar sendiri. Di kalangan anshar, Nabi diakui telah merekat kembali hubungan antarsuku yang sebelumnya selalu  bermusuhan.
Terhadap orang Yahudi, Nabi membangun persahabatan dan menghormati keberadaan mereka. Karena bagaimanapun, kaum Yahudi adalah penduduk Madinah juga yang telah tinggal sejak abad pertama dan kedua Masehi, jauh sebelum Nabi berhijrah ke sini. Sehingga tak heran bila kaum Yahudi diberikan kebebasan untuk menjalankan agama mereka. Ditambah lagi kaum Yahudi pun mengakui kepemimpinan Nabi Muhammad. Hal ini tercermin dari kesediaan mereka untuk meminta putusan atas berbagai perkara kepada Nabi Muhammad SAW.
Di dalam menjalankan roda pemerintahan sebagai kepala negara dalam  arti yang sesungguhnya, Nabi Muhammad dibantu oleh para sahabat dalam melindungi dan mengayomi rakyatnya. Termasuk melakukan berbagai diplomasi politik di luar negeri. Nabi SAW selaku penerima kekuasaan senantiasa melindungi rakyatnya, memenuhi kebutuhan mereka dan membawa mereka ke dalam kesejahteraan. Adapun acuan yang diterapkan Nabi SAW dalam perannya sebagai kepala Negara Madinah adalah berdasarkan perjanjian yang ada dalam konteks bai’ah al-‘aqabah, di mana dalam perjanjian tersebut ada hak dan kewajiban secara berimbang antara kedua belah pihak.
Dalam praktiknya, Nabi Muhammad menjalankan pemerintahan yang tidak terpusat di tangan beliau. Untuk mengambil suatu keputusan politik, misalnya, dalam beberapa kasus Nabi melakukan konsultasi dengan pemuka-pemuka masyarakat. Ada 4 (empat) cara yang ditempuh Nabi dalam mengambil keputusan politik, yaitu:
  1. Mengadakan musyawarah dengan sahabat senior. Dalam konteks ini misalnya bagaimana Nabi dengan sahabat senior bermusyawarah mengenai tawanan Perang Badar. Abu Bakar meminta agar tawanan tersebut dibebaskan dengan syarat meminta tebusan dari mereka, sedangkan Umar menyarankan supaya mereka dibunuh saja.
  2. Meminta pertimbangan kalangan profesional. Dalam hal ini misalnya, Nabi menerima usulan Salman al-Farisi untuk membuat benteng pertahanan dalam perang Ahzab menghadapi tentara Quraisy dan sekutu-sekutunya dengan menggali parit-parit di sekitar Madinah.
  3. Melemparkan masalah-masalah tertentu yang biasanya berdampak luas bagi masyarakat ke dalam forum yang lebih besar. Untuk hal ini dapat dilihat pada musyawarah Nabi dengan sahabat tentang strategi perang dalam rangka menghadapi kaum Quraisy Mekkah di Perang Uhud.
  4. Mengambil keputusan sendiri. Ada beberapa masalah politik yang langsung diputuskan Nabi dan mengesampingkan keberatan-keberatan para sahabat, seperti yang terjadi dalam menghadapi delegasi Quraisy ketika ratifikasi Perjanjian Hudaibiyah.
Dalam menjalankan roda pemerintahan Negara Madinah, nampaknya Nabi Muhammad tidak memisahkan antara kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Di bawah naungan wahyu Al Qur’an, beliau menyampaikan ketentuan-ketentuan Allah tersebut kepada masyarakat Madinah. Sehingga tak heran, banyak kebijakan negara yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam menjalankan roda pemerintahan agar tetap stabil, di antaranya:
  • Menciptakan persatuan dan kesatuan di antara komponen masyarakat negara Madinah.
  • Untuk mengadili pelanggaran ketertiban umum, Nabi membentuk lembaga hisbah, yang antara lain bertugas mengadakan penertiban terhadap perdagangan agar tidak terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan pedagang di pasar.
  • Untuk pemerintahan di daerah, beliau mengangkat beberapa sahabat sebagai gubernur atau hakim.
  • Mengangkat beberapa orang sahabat sebagai sekretaris negara.
  • Menjalankan hubungan diplomatik dengan negara-negara luar.
  • Mengangkat duta-duta ke negara-negara sahabat. Tercatat dalam sejarah bahwa pada tahun ke-2 hijrah, Muhammad mengangkat Amr ibn Umasyh al-Damari sebagai duta Islam ke Abbesinia. Ketika itu Umasyh masih belum masuk Islam.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Nabi SAW menegaskan kita bahwa beliau telah menjalankan perannya sebagai kepala Negara dengan baik. Semua yang dilakukannya terhadap umat kala itu merupakan tugas-tugas seorang sebagai kepala negara dalam pengertian modern saat ini. Sehingga kita sangat sulit menerima jika ada yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad hanyalah ditugaskan untuk menjalankan misinya sebagai Rasul Allah, penyampai wahyu, bukan pemimpin negara. Dan selain sebagai seorang Rasul dan Negarawan, beliau juga menjadi jenderal dan penakluk yang handal. Semua itu demi Allah, demi misi kebenaran, yang oleh karenanya ia diutus. Dalam hal ini semua, sebenarnya dia adalah orang besar, lambang kesempurnaan insani par excellence dalam arti kata yang sebenarnya.
F- KEMAJUAN YANG DICAPAI NABI MUHAMMAD SAW
Berikut ini akan penulis sampaikan berbagai jasa dan kemajuan yang dicapai oleh Nabi Muhammad SAW yang telah dirasakan oleh umat manusia, baik pada zamannya maupun sesudahnya hingga pada akhir zaman kelak.
1) Dalam Bidang Agama
Tidak banyak waktu yang diperlukan Muhammad dalam menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya ke penjuru dunia. Sebelum wafatnya, Allah telah menyempurnakan agama ini bagi kaum muslimin. Dalam pada waktu itu pun telah meletakkan landasan penyebaran agama itu; dikirimnya misi kepada Kisra (Gelar raja-raja Sasani), kepada Heraklius dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain supaya mereka sudi menerima Islam.
Tak sampai seratus lima puluh tahun sesudah itu, bendera Islam pun sudah berkibar sampai ke Andalusia di Eropa sebelah barat, ke India, Turkestan, sampai ke Tiongkok di Asia Timur, juga telah sampai ke Syam [meliputi Suria, Libanon, Yordania dan Palestina sekarang], Irak, Persia dan Afganistan, yang semuanya sudah menerima Islam. Selanjutnya negeri-negeri Arab dan kerajaan Arab, sampai ke Mesir, Sirenaika, Tunisia, Aljazair, Marokko, telah dicapai oleh misi Muhammad SAW.
Dan sejak waktu itu sampai masa kita sekarang ini panji-panji Islam tetap berkibar di semua daerah itu, kecuali Spanyol yang kemudian diserang oleh Kristen dan penduduknya disiksa dengan bermacam-macam cara kekerasan. Tidak tahan lagi mereka hidup. Ada di antara mereka yang kembali ke Afrika, ada pula yang karena takut dan ancaman berbalik agama berpindah dari agama asalnya kepada agama kaum tiran yang menyiksanya.
Hanya saja apa yang telah diderita Islam di Andalusia sebelah barat Eropa itu ada juga gantinya tatkala kaum Utsmani (Turki) memasukkan dan memperkuat agama Muhammad di Konstantinopel. Dari sanalah ajaran Islam itu kemudian menyebar ke Balkan, dan memercik pula sinarnya sampai ke Rusia dan Polandia sehingga berkibarnya panji-panji Islam itu berlipat ganda luasnya daripada yang di Spanyol.
Sejak dari semula Islam tersebar hingga masa kita sekarang ini  memang belum ada agama-agama lain yang dapat mengalahkannya. Dan kalaupun ada di antara umat Islam yang ditaklukkan, itu hanya karena adanya berbagai macaam kekerasan, kekejaman dan despotisma, yang sebenarnya malah menambah kekuaatan iman mereka kepada Allah, kepada hukum Islam, dengan memohonkan rahmat dan ampunan daripada-Nya.
2) Dalam Bidang Pemerintahan
Sebagai seorang negarawan dan pemimpin umat, Rasulullah SAW telah berhasil menciptakan roda pemerintahan Islam di bawah satu naungan kepemimpinan Islam. Setelah Rasulullah wafat, kaum muslimin melanjutkan system ini dengan memilih penggantinya. Pengganti Rasulullah dalam memerintah Negara Islam disebut Khalifah yang bertugas menegakkan syari’at Allah, memimpin kaum muslimin untuk menyempurnakan penyebaran syari’at ini dan memberlakukan kepada seluruh kaum muslimin secara adil dan bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muslimin adalah manusia yang diberi kepercayaan oleh Allah SWT untuk mengatur bumi ini.
Allah SWT berfirman:

وَعَدَ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى اْلأَرْضِ …

Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi …” (QS. An Nur: 55)
Atas dasar konsep tersebut maka Allah memberikan hak kepada kaum muslimin untuk menjadikan seluruh bumi ini sebagai tanah airnya. Dan seluruh kaum muslimin berkewajian mengambil hak tersebut.
Dan dalam keadaan apapun, kaum muslimin tidak boleh mengalami kekosongan Khalifah atau Imam. Keberadaannya merupakan lambang kesatuan kaum muslimin. Kesatuan kaum muslimin adalah lambang kekuatannya. Sedangkan kekuatan kaum muslimin adalah jalan mereka mewujudkan kekuasaan Allah di atas bumi dan memperbaiki kerusakannya.
Kaum muslimin selain diwajibkan memberikan loyalitas dan ketaatan kepada pemimpinnya, mereka juga diwajibkan menjalankan berbagai sistem yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW selama masa kepemimpinannya, antara lain:
1-  Sistem Pemerintahan
Sesuai dengan naskh-naskh yang dibawa oleh Rasulullah berdasarkan firman-firman Allah SWT, maka oleh ulama Islam telah menjabarkan konsep pemerintahan Islam tersebut sesuai dengan kondisi yang berlaku pada setiap zamannya. Dalam kitab Al Islam karya Sa’id Hawwa, beliau menjelaskan bahwa pemerintahan Islam itu terbagi menjadi dua, yaitu Darul Islam dan Darul Harb.  Darul Islam ialah Negeri yang diperintahkan dengan pemerintah Islam dan dipimpin oleh kaum muslimin. Sedangkan Darul Harb ialah negeri yang tidak tunduk pada pemerintahan Islam dan kaum muslimin. Dan tanah air muslim ialah Darul Islam, dimanapun letaknya dan apapun rasnya, tetapi terikat dengan akidah yang diimaninya.
Adapun yang termasuk ke dalam golongan Darul Islam tersebut adalah:
  1. Darul ‘Adl, yaitu negeri yang menegakkan Islam secara utuh dan memelihara sunnah Rasulullah. Negara ini dikepalai oleh seorang Khalifah.
  2. Darul Bahy, yaitu satu Negara yang dikuasai para pemberontak terhadap Imam yang hak, sekalipun diberlakukan hukum Islam.
  3. Darul Bid’ah, yaitu negeri yang dikuasai dan diperintah para ahli bid’ah dan menegakkan bid’ahnya.
  4. Darul Riddah, yaitu Negara yang penduduknya telah murtad dan diperintah oleh orang-orang murtad, atau yang semula muslimin, kemudian membatalkan perjanjiannya secara sepihak serta menguasai Negara tersebut.
  5. Darul Maslubah, yaitu Negara yang dirampas dan diduduki orang kafir, yang pada mulanya Negara tersebut bagian dari Darul Islam.
Sementara Darul Harb digolongkan menjadi:
1)      Darul Harb yang mengikat satu perjanjian, atau disebut juga Darul ‘Ahdi.
2)      Darul Harb yang sama sekali tidak ada ikatan perjanjian.
2- Sistem Bermasyarakat
Rasulullah SAW dalam menjalankan pemerintahan selalu mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan yang lain. Azaz keadilan, kebebasan dan perdamain selalu diutamakan dalam menjalani system hidup bermasyarakat. Dan untuk mengokohkan masyarakat Islam, Rasulullah SAW telah melakukan berbagai hal yang mencakup:
  • Persatuan dan kesatuan umat dibawah naungan Aqidah yang benar.
  • Menciptakan system ekonomi yang kuat
  • Melahirkan system pendidikan dan informasi yang menyeluruh
  • Memperkuat system militer untuk mempertahankan Negara dan mengamankan rakyat.
  • Menetapkan Syariat dan Undang-Undang bagi masyarakat untuk menciptakan keadilan.
Dan di antara pilar kekuatan umat Islam yang telah dibangun oleh Rasulullah adalah tasyri’ atau qanun (hukum dan perundang-undangan) yang bersumber pada syari’at (tuntunan) ilahi dan memutuskan perkara dengannya. Syari’at adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan yang Islam dalam arti yang hakiki sesuai dengan Al Qur’an dan As-Sunnah.
Sebuah masyarakat tidak bisa dikatakan sebagai masyarakat Islam kecuali apabila menerapkan syari’at ilahi dan merujuk kepadanya dalam seluruh aspek kehidupannya, baik yang bersifat ibadah (ritual) maupun muamalah (sosial). Sementara hukum dan undang-undang tadi merupakan salah satu kekuasaan utama bagi masyarakat Islam tersebut.

G- P E N U T U P
Nabi Muhammad SAW wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal pada usianya yang ke-63 tahun, sementara upacara pemakamannya baru dilakukan oleh kaum muslimin dua hari kemudian. Beliau SAW pergi meninggalkan dunia tidak meninggalkan apapun berupa harta. Ia pergi meninggalkan dunia sama seperti ketika ia datang. Namun sebagai peninggalan, ia telah memberikan agama yang lurus kepada umat manusia. Ia telah merintis jalan kebudayaan Islam yang maha besar, yang telah menaungi dunia sebelumnya, dan akan menaungi dunia kemudian. Dia telah menanamkan ajaran tauhid, menempatkan ajaran Tuhan yang tinggi di atas ajaran orang-orang kafir yang rendah di bawah. Kehidupan paganisme dalam segala bentuk dan penampilannya telah dikikis habis. Manusia sekarang diajak melakukan perbuatan yang baik dan taqwa, bukan perbuatan dosa dan permusuhan. Kemudian ia juga meninggalkan kitabullah buat manusia, sebagai rahmat dan petunjuk. Ia meninggalkan teladan yang tinggi, contoh nan indah. Ia benar-benar telah meninggalkan dunia ini dengan meninggalkan warisan rohani yang agung, yang selalu memancar di semesta dunia ini. Allah SWT telah menyempurnakan agama-Nya dan akan menolong agama-Nya di atas semua agama, meskipun musuh-musuh Islam tidak mengakuinya. (Oleh: Indra Laksamana Muda )
Wallahu a’lam.



DAFTAR PUSTAKA

Sa’id Hawwa, Al Islam, terj. Fachruddin Nur Saym.
Yusuf Al-Qardhawy, Anatomi Masyarakat Islam, terj. Setiawan Budi Utomo.
Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan.
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, terj. Ali Audah.
Taha Al-Ismail, Tarikh Muhammad Teladan Perilaku Umat, terj. A.Nashir Budiman.
Syaikh Shafiyur Rahman Al-Mubarakfury, Sirah Muhammad.
Soekarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafah Pendidikan Islam.
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.

Like this:

Be the first to like this.















Makalah model Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW Dalam Pendidikan

  1. Latar Belakang
Rasulullah adalah pemimpin ulung dan manager terhebat sepanjang sejarah kemanusiaan. Sisi kehidupannya sarat dengan hikmah yang dapat digali dari berbagai dimensi kehidupan. Dikalangan muslim, Muhammad dikenal luas sebagai seorang pemimpin dalam pendidikan, mendidik istri dan keluarganya dengan pendidikan yang manusiawi dan menakjubkan. Mendidik para sahabatnya agar menjadi sahabat dikala suka maupun duka, sedih dan gembira, damai maupun perang. Mendidik tetangga dengan amal nyata, sehingga para tetangganya mengerti dan menikmati bagaimana bertetangga dengan sebenarnya. Mendidik musuh-musuhnya agar komitmen dengan setiap perjanjian dan peperangan yang melibatkannya. Mendidik para raja dan penguasa untuk memahami dan mengerti hakikat seorang hamba dihadapan tuannya, mendidik manusia sahaya menjadi manusia merdeka, Mendidik manusia seluruhnya menuju ridha dan cahaya-Nya, Semua takkluk kepada tarbiyah yang digulirkannya. Untuk dapat dipahami secara lebih baik Prof.
Dr. James E. Royster dari clevalend State University, yang telah melakukan riset intensif tentang peran Muhammad sebagai seoang guru, teladan dan sebagai seorang manusia ideal, telah banyak membahas kesan-kesan kaum muslimin terhadap Nabi mereka. Dalam pengantarnya, dia menyatakan bawa mungkin tidak ada seorang pun dalam sejarah manusia yang telah banyak dikaji dari pada Nabinya kaum Muslimin (Muhammad). Kenyataan yang seringkali dilupakan oleh ilmuwan-ilmuwan non-musim ini, harus dipahami dalam rangka menilai secara tepat pengaruh Muhammad diantara mereka yang mengakuinya sebagai seorang Nabi . Bagi Royster, Muhammad telah mengajarkan kebenaran dengan ucapan dan mengamalkan kebenaran itu dalam kehidupannya. Kesimpulannya  yang tidak kalah penting adalah : “ Muhammad as teacher, exemplar and ideal man fulfills in Islam a role that can hardly be overestimated. From him hundreds of millions of muslim derive both meaning for personal existence and means for character development and spiritual achievement. In tems of continuing influence Muhammad, the propet of Islam, must be placed high on the list of those who have shaped thworld. Surely it would be markedly diffrenhad he not been” [1]
            Kutipan royster disini menunjukkan bahwa muhammad sebagai seorang guru tidak hanya sebagai masanya saja, namun juga bagi seluruh kaum muslimin pada masa sekarang. Dengan kata lain sang Guru itu adalah Muhammad, dan murid-muridnya adalah seluruh kaum muslimin di dunia Islam. Sementara Muhammad merupakan seorang guru yang aktual bagi para sahabatnya. Dan bagi kaum muslimin lainnya beliau menjadi seorang Imaginary educator.[2] Bagaimanapun, seluruh kaum muslimin mempelajari satu ajaran yang sama dari Al-Qur’an dan sunnah.
           
  1. Rumusan Masalah
    1. Bagamana pengertian Model kepemimpinan pendidikan?
    2. Bagaimana Karakteristik kepemimpinan Nabi Muhammad ?
    3. Bagaimana Nabi Muhammad Sebagai model pemimpin pendidikan Islam?
  2. Tujuan
    1. Untukmengetahui model kepemimpinan dalam pendidikan
    2. Untuk mengetahui Karakteristik kepemimpinan Nabi Muhammad
    3. Untuk mengetahui Nabi Muhammad Sebagai model pemimpin pendidikan Islam








BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya  dan upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resourses) yang tersedia dalam suatu organisasi. Sedangkan Kepemimpinan pendidikan sebagai mana diungkapan oleh Fachrudi bahwa kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir orang-orang lain yang ada hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat berlangsung lebih efesien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.[3]
Dalam bahasa Arab, kepemimpinan sering diterjemahkan sebagai al-riayah, al-imarah, al-qiyadah, atau al-zaamah. Kata-kata tersebut memiiki satu makna sehingga disebut sinonim atau murdif, sehingga kita bisa menggunakan salah satu dari keempat kata tersebut untuk menerjemahkan kata kepemimpinan. Sementara itu, untuk menyebut istilah kepemimpinan pendidikan, para ahli lebih memilih istilah qiyadah tarbawiyah.[4]
Dalam Islam Kepemimpinan begitu penting sehingga mendapat perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap perkumpulan itu memiliki pimpinan, bahkan perkumpulan dalam jumlah yang kecil sekalipun. Nabi Muhammad Saw bersabda : “Dari abu said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemmpin.” (HR.Abu Daud)[5]
            Model Keberadaan seorang pemimpin sebagaimana terdapat dalam hadis tersebut adalah model pengangkatan. Model ini merupakan model yang paling sederhana karena populasinya hanya tiga orang. Jika populasinya banyak, mungkin saja modelnya lebih sempurna karena ada beberapa model perwujutan pemimpin. Jamal mahdi melaporkan: “Hasil studi menyatakan bahwa yang terbaik dalam melaksanakan tugas adalah pemimpin yang dipilih langsung, selanjutnya pemimpin yang memenangkan suara terbanyak, lalu yang terakhir pemimpin yang diangkat.”[6]
            Kepemimpinan dalam definisi di atas memiliki konotasi general, bisa kepemimpinan Negara, organisasi politik, organisasi sosial, perusahaan, perkantoran, maupun pendidikan. Madhi selanjutnya menegaskan bahwa diantara jenis kepemimpinan yang paling spesifik adalah kepemimpinan pendidikan (qiyadah tarbawiyah atau educative leadership), karena kesuksesan mendidik generasi, membina umat, dan berusaha membangkitkannya terkait erat dengan pemenuhan kepemimpinan yang benar. [7]

B. Karekteristik kepemimpinan Rasulullah
Kepemimpinan Rasulullah memiliki berbagai macam kelebihan, keunikan dan ciri khas yang sangat meonjol dibandingkan gaya pemimpin lainnya, seperti yang diungkapkan oleh G. Hart bahwa dengan karekteristik tersebut Hart memasukkan rasulullah sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh di Dunia.[8] Bahkan dalam segala aspek kehidupan Rasulullah selalu unggul. Tidak ada di dunia ini pemimpin yang ucapan, perkataan dan perbuatannya dibukukan hingga berjilid-jilid banyaknya seperti Rasulullah.
Adapun karekteristik kepemimpinan Rasulullah diantaranya adalah :
1. Ke-Tuhan-an
Ciri utama dan pertama dari kepemimpinan Rasulullah adalah manajemen yang didasarkan oleh nilai-nilai yang diaajarkan oleh Allah SWT. Nilai-nilai yang dihimpun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Yang kemudian dikenal dengan nama Al-Qur’an.
            Turunnya Al-Qur’an secara bertahap inilah yang kemudian menjadi panduan Rasulullah dalam mengelola dakwahnya. Memeberikan arahan dan pedoman untuk mewujudkan visi Islam di muka bumi seperti dalam Al-qur’an “ Dialah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia menenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musrik membenci. ( Ash-shaf: 9)
            Inilah visi dakwah Rasulullah menjadi pemenang dalam masalah agama. Yaitu dalam kalimat tauhid, aqidah, penyembahan dan pengabdian yang benar kepada Allah.
            Visi lainnya yaitu menjadikan Rasulullah pemenang dalam masalah keduniaan, sehingga Islam dan ummatnya menjadi winner dan champion sejati. Menjadi sebaik-baik umat dan sebaik-baik makhluk (khoirul bariyah) dimuka bumi.
            Namun Allah Juga mengajarkan kepada Rasulullah visi yang konprehensif yaitu visi untuk menjadi champion di dunia dan akhirat seperti firman Allah : “ Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: “ Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebakan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” (Al-Baqarah: 201)
            Visi yang bernafaskan keTuhanan inilah yang menjadikan kepemimpinan Rasulullah sukses secara gemilang dalam segala aspek kehidupan. Baik dalam aspek agama, moral, ekonomi, pemikiran, militer, sosial, seni dan budaya. Baik masalah pribadi, keluarga, masyarakat, Negara hingga hubungan international.[9]
2. Universal
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang menyeluruh baik sisi waktu maupun tempat. Sehingga kepemimpinan Raslullah dapat diterapkan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.
a.       Seorang guru dapat mencontoh Rasulullah dalam mengelola murid-muridnya, karena kepemimpinan Rasulullah terbukti menghasilkan murid-murid yang luar biasa semisal Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali.
b.      Seorang jenderal dapat mencontoh kepemimpinan Rasulullah dalam melahirkan prajurit-prajurit yang hebat semacam Khalid bin Walid dan Usamah.
c.       Seorang ilmuwan dapat mencontoh Rasulullah dalam melahirkan ilmuwan dan para pemkir ulung, semisal Umar yang terkenal dengan ijtihat-ijtihatnya yang brilian, Abu Hurairah dengan kekuatan hafalannya dalam mugumpulkan hadis.
d.      Dalam mendidik manusia sederhana, wara’ (hati-hati), tawadu’ (rendah hati) kita tempatkan pada murid-murid Rasulullah lainnya. Semisal Abu Dzar Al-Ghifari, Ali, Bilal, dan Abdullah umi maktum[10]
Hampir 100 persen murid-murid Rasulullah yaitu para sahabat memiliki karekteristik yang unik dan bersejarah berkat kepiawaian beliau dalam memimpin umatnya.
3. Humanis
Kepemmpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang humanis yaitu kepemimpinan yang sesuai dan selaras dengan kehidupan manusia. Karena Rasulullah adalah manusia biasa. Sehingga semua sikap, perilaku dan prestasinya dapat kita contoh. Dalam firman Allah disebutkan: “ Katakanlah; Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, “ Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barang siapa mengharap  perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (al-Kahfi: 110)
Pernah suatu kali seorang nenek datang kepada Rasulullah dan mohon agar ia masuk surga bersama Rasululla. Nabi menjawab, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya surga tidak bisa  dimasuki oleh orang tua,”Langsung saja nenek tersebut pergi sambil menagis. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan berkata, “ Engkau tidak masuk surga dalam keadaan tua bangka, sebab Allah akan membangkitkan kembali para wanita tua dalam usia yang masih muda.”
Allah berfirman : “Sesunguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Al-Waqiah: 35-37)
Wanita tua itu akhirnya tertawa riang mendengar senda gurau Rasulullah tersebut. Menurut riwayat wanita tua itu adalah Bibi Rasulullah yang bernama Safiyah.[11]
4. Realistis
Sebagai bentuk relistas sejarah, maka dikenal dalam ilmu-ilmu Al-qur’an a’sbabun nuzul (sebab-sebab turunnya ayat suci Al-Qur’an ). Adanya asbabun nuzul ini membuktikan bahwa ayat Al-Qur’an turun berkaitan dengan kehidupan riil Rasulullah dan sahabatnya dalam menjawab berbagai permasalahan kehidupan.
            Contohnya adalah sebab turunnya surat Al-Lahab yang berkenaan dengan Abu Lahab. “ Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika Rasulullah naik ke bukit Shafa sambi berseru: “Mari berkumpul pada pagi hari ini!” maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah bersabda:  “Bagaimana pendapat kalian, sendainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, adakah kalian percaya padaku?” kaum quraisy menjawab: “Pasti kami percaya.” Rasulullah bersabda:” Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsat akan datang.” Berkata abu Lahab:”Celakalah engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang menfitnah dan menghalang-halangi agama Allah. (HR. Al-Bukhari dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas).[12]
5. Harmonis
Keharmonisan ramuan kepemimpinan Rasulullah inilah yang menghasilkan berbagai prestasi dan kesuksesan amal. Sehingga, hasilnya selalu optimal, efektif, efesien dan ekonomis.
Dalam kisah perang Badar pasukan Rasulullah yang berjumlah 300 orang dengan peralatan yang sederhana, namun mampu mengalahkan pasukan quraisy yang berjumlah tiga kali lipat dengan berbagai peralatan perang yang canggih, perang Ahzab, dimana 1000 orang pasukan menghadapi 10.000 pasukan sekutu atau gabungan musrik, yahudi dan munafikin.[13]
Ternyata Rasulullah sangat memahami bahwa kekuatan intelektual adalah faktor yang paling menentukan dalam perang maupun kerja. Karena itulah Rasulullah lebih memprioritaskan pembinaan personil dari pada unsur-unsur manajemen lainnya. Kemudian unsur-unsur itu diramu menjadi  suatu kekuatan yang dahsyat.
6. Berkeadilan
Yang dimaksud dengan keadilan yaitu memberikan tugas, hak, kewajiban dan kewenangan sesuai dengan kompetensi, kapasitas, kapabilitas, hak dan kewajibannya.[14]
Rasulullah adalah manusia yang paling adil dalam memperlakukan pengikutnya. Bahkan terhadap musuh, hewan dan tumbuhan sekalipun. Sebagi contoh perkataan Rasulullah “ Sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri maka saya akan potong tangannya.”
            Ini merupakan cerminan Rasulullah dalam menegakkan hukum dan merealisasikan firman Allah dalam surat Al-Maidah.” Hai orang orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku Adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Maidah : 8)
7. Mudah
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang mudah. Tidak rumit dan tidak memberatkan dan tidak berlebihann. Karena semuanya telah diukur dan di format sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas manusia.[15] Apapun jabatan saat ini, maka dapat diambil kemudahan dari kepemimpianan Rasulullah, seperti perkaan beliau “ Permudahlah wahai saudaraku, jangan engkau persulit.”
Dalam firman Allah di sebutkan “ Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Maa’idah: 6) dan juga firman Allah “ Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Al-Baqarah:185)
Itulah ruh dan inti kepemimpinan Rasulullah yaitu dalam rangka memberikan kemudahan dan memberi kabar gembira kepada umatnya karena itulah kepemimpinan Rasulullah sangat compatible dengan fitrah manusia
8. Dinamis
Dinamika Kepemimpinan Rasulullah ini berkaitan dengan banyak sisi kehidupan. Mulai dari masalah keluarga, agama hingga masalah Negara. Dalam peperangan misalnya Rasulullah melakukan 62 kai peperangan. Dengan rincian 35 kali peperangan yang dilakukan oeh pasukan Rasulullah tampa kehadiran beliau. Dan 27 kali peperangan dihadiri oleh beliau langsung, 9 diantaranya beliau yang menjadi panglima perang.[16]
Dalam kondisi yang seperti itu tentu dibutuhkan seorang pemimpin yang dinamis. Karena sebagai kepala Negara, Rasulullah bukan hanya berperang, namun juga mengurus pendidikan, mendidik dan membina istri, menantu, cucu dan para sahabat. Beliau juga harus mengurus anak yatim, membangun ekonomi dan masyarakat Islam agar menjadi rahmat bagi semesta balam.
Rasulullah adalah pemimpin yang Hebat dan sukses disegala bidang seperti halnya yang diungkapkan oleh J.G. Schott “ Orang-orang Arab yang dulunya bercerai-berai, berpecah belah, setelah dipimpin oleh Muhammad dapat menjadi golongan yang bersatu.[17] Ada juga ungkapan dari Amanual D. S., “ Hanya dia (Muhammad) itulah yang mengajarkan kemanusiaan orang-orang Eropa dengan kitabnya yang bernama Al-Qur’an.[18]

B. Nabi Muhammad Sebagai Model Pemimpin Dalam Pendidikan
            Rasulullah Saw. Telah mendefinisikan tugas asasinya, “ Sesunggunya aku hanya diutus untuk memberi pengajaran.” Al-Qur’anul Karim dengan sangat tegas juga menyebut tugas asasi Rasulullah S.aw. ini dalam firman-Nya, “Dialah yang telah mengutus seorang rasul dari kalang mereka (yang bertugas) membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Hikmah (Al-Jumu’ah:2)
            Ayat ini menyebutkan bahwa, tugas Rasululah Saw. Adalah mengajar, mendidik, megajarkan Al-Kitab dan hikmah, serta mendidik orang berdasarkan keduanya. Sebagian terbesar kehidupan Rasulullah Saw. Di habiskan untuk ini, karena dari hal inilah segala kebaikan akan lahir. Tidak ada satupun aspek kehiddupan baik politik, sosial, ekonomi, militer maupun moral yang baik kecuali dengannya, seseorang, bangsa, maupun umat manusia tidak akan terbelakang, kecuali bila mereka tidak memperhatikan bahkan menyimpang dari ilmu yang benar kepada kebodohan atau sesuatu yang merusak dan tiada bermanfaat. [19]
Fenomena dalam sejarah Muhammad Saw. adalah Rasulullah memulai dengan membentuk umat baru yang memiliki kemampuan intelektual, perilaku, moral, hukum, perundang-undangan, dan bahasa tersendiri. Sehingga apabila individu yang ada di dalamnya tumbuh dan berinteraksi dengan dunia lain, yang secara aqidah dan perilaku sama sekali berbeda, dia sudah memiliki bekal. Beliau mengarahkan umat kepada satu arah, setiap individu mendapatkan tugasnya dan dididik agar dapat melaksanakan tugas itu. Beliau tentukan tugas terbesar bagi semua, menunjukkan jalan bagi mereka, dan menjelaskan sesuatu dalam segala aspeknya.[20]

  1. Nabi Muhammad Sebagai Pelopor  dalam pendidikan  
Sebelum pendirian masjid, rumah menjadi satu-satunya tempat bagi penyampaian ajaran Islam ajaran Islam. Rumah al-Arqam pada masa permulaan Islam diputuskan menjadi aktivitas bagi agama baru ini, dan disanalah Nabi menjelaskan doktrin-doktrin keimanan, dan beberapa orang menyataka memeluk Islam.[21]Muhammad biasa duduk dimasjid kota madinah sambil dikelilingi oleh para pengikutnya dan senantiasa menyerukan kepada mereka tiga kali sehingga mereka mengingatatau mampu menghafalnya. Beliau membuktikan diri sebagai seorang da’i sekaligus guru dan seorang penganjur kegiatan belajar yang penuh antusias, energik, dan penyayang. Beliau selalu memperkenalkan pengetahuan dengan sangat mempertimbangkan tingkat intelegensi para pendenganrnya. Disamping iti, Beliau menyampaikan ajarannya dengan hikmah dan anjuran yang baik. Terhadap masalah ini, Al-Qur’an menganjurkan kepada Nabi untuk memberi argumen kepada mereka dengan argument yang lebih baik.[22]
  1. Nabi Muhammad sebagai Pendidik baca tulis Al-Qur’an
Kepedulian Nabi Muhammad tidak hanya penanaman keimanan yang bersifat religius saja tetapi pendidikan yang di bangun oleh Nabi bersifat fleksibel. Kenyataan ini bisa dilihat setelah  kemenangan kaum muslimin pada perang Badar pada tahun 624, ketika beliau meminta beberapa tawanan yang terdidik  untuk mengajar anak-anak Madinah bagaimana menulis. Nabi Muhammad mengangkat beberapa dari mereka untuk menjadi guru seperti Ubaida bin as-Samit, yang ditunjuk menjadi pengajar disekolah Suffa di kota Madinah untuk pelajaran menulis dan studi al-Qur’an. Suffa atau as-Zilla (dengan panggung tinggi serta atap) adalah satu bagian dari masjid yang dibangun oleh Nabi di Madinah dan disediakan sebagai tempat pendidikan, khususnya untuk pendidikan membaca, menulis menghafal Al-Qur’an dan Tajwid (bagaimana membaca Al-Qur’an dengan benar)[23]
  1. Lembaga pendidikan dan universitas petama
Pendidikan yang ada di Suffa menurut Hamidullah sebagai Universitas Islam pertama,[24] Tempat ini juga dirancang sebagai pondok bagi para pendatang baru dan pendduduk setempat yang tidak memiliki rumah sendiri. Suffa memberian pendidikan tidak hanya diperuntukkan bagi para pemondok tetapi juga bagi para ulama dan pengunjung, yang diselenggarakan dalam jumlah besar. Jumlah pemondok di Suffa berubah dari waktu kewaktu. Catatan Ibnu Hanbal menunjukkan bahwa pada suatu saat terdapat tujuh puluh orang yang tinggal dengan pekerja pada waktu luang mereka.[25] Di dalam masjid yang sama, Nabi Juga pernah penyelesaikan seluruh persoalan hukum.
Suffa bukanlah salah satunya sekolah yang ada di Madinah, paling tidak terdapat sembilan Masjid di Madinah pada Masa Nabi, dan masing-masing dari masjid itu juga dimanfaatkan sebagai sebuah sekolah. Penduduk sekitar mengirim anak-anak mereka ke masjid-masjid setempat. Quba terletak dekat dengan Madinah, dimana Nabi kadang kala mengunjungi dan secara pribadi mengawasi sekolah yang ada dalam Masjid itu.[26]
Beliau juga mendorong masyarakat untuk belajar dari pada tetangga mereka. Dorongan ini membuat mereka lebih memilki tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu pengetahuan mereka sebagaimana dianjurkan oleh Nabi mereka untuk menyampaikan kepada sesamanya segala sesuatu yang mereka dapatkan dari beliau meskipun hanya satu ayat.[27]   
Masyarakat yang aktif belajar merupakan sebuah potret masyarakat religius yang menganggap agama mereka sebagai elemen pokok dalam memenuhi kebutuhan dasar spiritual dan intelektualnya. Dengan mengesampingkan pertanyaan tentang apakah suffah merupakan sebuah sekolah yang tetap dan teratur, paling tidak bisa dikatakan bahwa Nabi telah meluangkan banyak waktunya untuk mengajar. Sebagai tambahan, beberapa hadist yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat menunjukkan bahwa Nabi telah mengajar berbagai kelompok masyarakat yang berasal dari tingkatan, jenis kelamin, dan usia yang berbeda.[28]












BAB III
KESIMPULAN
Dari paparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa.

1.      Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya  dan upaya bersama untuk menggerakkan semua sumber dan alat (resourses) yang tersedia dalam suatu organisasi. Sedangkan Kepemimpinan pendidikan sebagai mana diungkapan oleh Fachrudi bahwa kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dalam proses mempengaruhi, mengkoordinir orang-orang lain yang ada hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran,agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat berlangsung lebih efesien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran..
2.      Adapun karekteristik kepemimpinan Rasulullah diantaranya: Ke-Tuhanan, Universal, Humanis, Raealistis, Harmonis, Berkeadilan, Mudah dan Dinamis .
3.      Peran Nabi Muhammad Saw. dimulai dengan membentuk umat baru yang memiliki kemampuan intelektual, perilaku, moral, hukum, perundang-undangan, dan bahasa tersendiri. Sehingga apabila individu yang ada di dalamnya tumbuh dan berinteraksi dengan dunia lain, yang secara aqidah dan perilaku sama sekali berbeda, dengan uamat yang lainnya, diantara model kepemimpinannya antara lain, Pendidikan yang diawali dalam keluarga,  penddikan dengan baca tulis Al-Qur’an dan mendirikan lembaga pendidikan







Daftar Pustaka

4.     Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren Perhelatan Agama dan Tradisi, (Yogyakarta : LKiS, 2004).
5.     Marno, Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2008).
6.     Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga,2007).
7.     Jamal Madhi, Menjadi Pemimpin yang efektif dan Berpengaruh: Tinjauan manajemen Kepemimpinan Islam, Terj. Anang Syafrudin dan Ahmad Fauzan, (Bandung:PT Syaamil Cipta Media,2002).
8.     Haryanto, Rasulullah Way of managing people seni mengelola sumberdaya manusia, (Jakarta: Khalifah, 2008).
9.     Nasy’at Al-Masri, Senyum-Senyum Rasulullah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991).
10.                  Syaik Sa’id Hawwa, Arrasul Muhammad Saw. Terj. Jasiman, Fahruddin, Sundari, (Pajang: Media Insani Press, 2002 ).
11.                  Fadhl Ilahi, Muhammad SAW  Sang Guru yang Hebat Sirah Nabi Sebagai Guru Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Shahih, Terj. Nurul Mukhlisin Asyraf, (Surabaya: eLBA, 2004).



































Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 1


 TAULADAN SIFAT KERASULAN BAGI KEPEMIMPINAN APARATUR NEGARA

A. Pendahuluan.

Setiap jatuhnya tanggal 12 Rabiul Awal umat Islam selalu merayakan datangnya maulid Nabi Muhammad SAW. demikian itu tidak lain merupakan sebuah warisan budaya atau peradaban Islam yang diperingati secara turun-temurun oleh umatnya. Jika dikaji dari catatan historis (tarekh), maulid telah dimulai sejak zaman Kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah az-Zahrah binti Muhammad. Asal muasal pelaksanaan perayaan maulid ini dilaksanakan atas usulan panglima perang bernama Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran (mulud) Nabi Muhammad SAW. Ending dari perinagatan itu adalah untuk mengembalikan semangat juang umat Islam dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Zionis Yahudi. Yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial dapat dikatakan perayaan maulid nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan ketauladanan Nabi Muhammad SAW. atas risalah kerasulan untuk menyiarkan Dinul Islam.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam catatan sepanjang sejarah kehidupan, Nabi Muhammad SAW. adalah pemimipin besar yang sangat luar biasa dalam memberikan tauladan agung bagi umatnya. Dalam konteks ini maulid harus juga diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat Islam. Yaitu sebagai semangat baru (spirit) untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokratisasi seperti adanya sikap toleransi (tasamuh), transparansi (tabligh), anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan hidup, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah sosiologis antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW. dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi satu sama liannya. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 2

Dimensi pertama, dapat dilihat dan dipahami dari perspektif sosial-politik ke-Islaman (siasyah syariah), bahwa Nabi Muhammad SAW. di samping sebagai nabi dan rasul juga sebagai imamul ummah dari sini beliau sebagai sosok politikus ulung dan handal. Sosok individu beliau yang sangat identik sekali dengan sosok seorang pemimpin yang adil, egaliter, toleransi, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial bangsa Arab masa itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera, damai dan tentram di bawah ampunan Rabb (baldatun thoibatun warabun ghaffur).
Dimensi kedua, dapat dilihat dan dipahami dari perspektif teologis-religius, bahwa Nabi Muhammad SAW. sebagai sosok nabi sekaligus juga sebagai rasul akhiruzaman dalam tatanan konsep ke-Islaman. Hal ini beliau diposisikan sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang misi utamanya adalah bertugas membawa, menyampaikan, dan mengaplikasikan segala bentuk pesan suci (kudus) dari Tuhan kepada umat manusia secara universal.
Nah dalam kesempatan ini rasanya sudah datang saatnya bagi umat Islam untuk kembali memulai (merekonstruksi) memahami arti tanggal 12 Rabiul Awal yang sering disebut maulid secara lebih mendalam dan fundamental, sehingga tidak hanya memahami dan memperingatinya sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik ke-Islaman semata, namun jauh dari itu sesungguhnya menjadikannya sebagai kelahiran sosok pemimpin yang membawa spirit reformasi dan restorasi menuju perubahan dalam tataran kepemimpinan umumnya dan kepemipinan peradilan khususnya dalam rangka menuju peradilan yang agung. Karena bukan menjadi rahasia lagi bila saat ini bangsa ini sedang membutuhkan sosok pemimpin yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana yang pernah dipraktekan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. untuk seluruh umat manusia (rahmatan linnas). Sehingga kontekstualisasi maulid tidak lagi dipahami dari perspektif ke-Islaman semata, melainkan juga harus dipahami dari berbagai perspektif dan dimensi yang menyangkut segala persoalan dalam kehidupan umat manusia, seperti aspek persoalan penegakkan hukum, politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, maupun agama. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 3


B. Ketauladan Bersumber dari Sifat Kerasulan bagi Seorang Pimpinan.

Ketika mengingat sosok Nabi Muhammad SAW. terutama di saat maulid setiap tahun sering diceritakan spektrum tentang latar belakang biografi beliau serta perjalanan hidup dalam memipin umatnya. Sehingga wajar ada yang semakin rindu dengan sosok beliau, apalagi ditengah kedangkalan akhlak serta budi pekerti yang merosot saat ini (dekadensi moralitas), merindukan sosok pemimpin sebagaimana sosok bijaksana dari Nabi Muhammad SAW. Bersamaan dengan itu masyarakat sedang membutuhkan dan mengidamkan sosok pemimpin yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif.
Salah satu sikap mulia yang lekat dan yang paling menonjol dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW. adalah “shiddiq” (kejujuran, integritas). Dengan sifat ini diganjar dengan julukan al Amin oleh masyarakat setempat, baik pengikutnya maupun yang memusuhinya. Selain bakat kepemimpinan yang menonjol, sejak usia belia beliau sudah terlibat gerakan moral Hilful Fudul atau sumpah keutamaan. Sebuah gerakan demi membela rasa keadilan dan kebenaran terhadap siapapun dan dalam kondisi apapun. Jujur dan berani menanggung risiko, itulah warisan mulia kepemimpinan nabi yang mestinya ditauladani para pemimpin dan elite di negeri ini umumnya dan khususnya pimpinan peradilan. Faktanya, kadangkala amat susah menemukan elite negeri ini bersikap dan berperilaku mencontoh kepemiminan nabi. Rasanya untuk menemukan sebuah arti kejujuran saja misalnya sudah sulit, tak obahnya sesulit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Padahal kejujuran dari ungkapan kata-kata saja belum cukup memadai untuk menjadi modal bagi pemimpin. Fakta sulitnya menemukan kejujuran itu berbanding terbalik dengan anjuran meneladani sikap dan perbuatan nabi. Di corong mimbar-mimbar maupun dalam teks-teks tulisan, hampir saban waktu mendengar para pemimpin dan penganjur mengajak untuk mencontoh sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi yang dijumpai akhir-akhir ini justru kian lekatnya hipokrisi atas fakta yang sudah telanjang. Kadangkala masyarakat masih saja dipertunjukkan bahwa kejujuran masih terus dikalahkan oleh kepentingan sempit yang bersifat jangka pendek, kebenaran hukum telah dikalahkan oleh kepentingan politik sesaat, hukum telah dijungkarbalikan oleh kemauan elit politik sehingga hukum tidak lagi menjadi panglima. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 4

Menjadi seorang pemimpin yang katanya menempatkan Nabi Muhammad SAW. sebagai tauladan terdepan sudah seharusnya berani pula mengambil segala risiko dan bertanggungjawab atas segala akibat kepemimpinan. Bukan justru malah sebaliknya buang badan dan melemparkan tanggung jawab itu kepada anak buah, tepatlah dikatakan oleh orang bijak “ibarat lempar batu sembunyi tangan”. Bukan pula pemimpin yang gemar menyebut orang lain telah memfitnahnya padahal yang hendak disuarakan oleh orang itu adalah kebenaran sesungguhnya, atau justru malah tidak tahu akan kebijakan yang telah diperbuat oleh bawahannya sehingga lepas tanggung jawab ketika muncul persoalan. Maulid nabi bukan sekadar peringatan untuk seruan dan ajakan, maulid nabi merupakan momentum untuk merenung dan mulai berbuat sesuai apa yang diajarkan dan diperbuat oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk para pemimpin di negeri ini, maulid nabi seyogianya menggerakkan hati nurani terbentuk pola diri untuk jujur, berani mengambil risiko, dan bertanggungjawab atas akibat dari kepemipinannya.
Sifat shiddiq artinya benar, bukan hanya sekedar perkataannya saja yang benar, tapi juga perbuatannya juga benar, sehingga antara perbuatan sama dengan ucapannya. Jangan sampai pemimpin yang hanya kata-katanya yang manis di mulut, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya. Nabi Muhammad SAW. merupakan satu sosok figur yang sangat mempesona, sopan dalam bertutur kata, jujur manakala bicara sepanjang hayatnya, tidak pernah berdusta serta luhur budi pekertinya. Hal inilah yang membuat orang-orang terkagum-kagum kepada beliau bahkan dari dulu sampai saat ini semua orang di penjuru dunia mengagumi profil beliau, memiliki integritas kepribadian yang sangat luar biasa. Beliau mempunyai perilaku dan akhlak yang sangat mulia terhadap sesama manusia, khususnya terhadap umatnya tanpa membedakan atau memandang seseorang dari status sosial, warna kulit, suku bangsa atau golongan tertentu. Beliau selalu berbuat baik kepada siapa saja bahkan kepada orang jahat sekalipun atau orang yang tidak suka kepadanya.
Eksistensi sifat shiddiq, memiliki pengertian bahwa pemimpin selalu dianggap berada dalam tataran slogan kebenaran dan jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Segala sesuatu yang diucapkan jangan pernah ada punya tendensuis pribadi atau didasari oleh interest dan emosional pribadi, tetapi semua yang diucapkan oleh didasari atas panduan bisikan hati nurani. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 5

Integritas adalah sebuah konsep konsistensi tindakan, nilai-nilai, metode, langkah-langkah, prinsip, harapan, dan hasil. Dalam etika kepemimpinan, integritas dianggap sebagai kejujuran dan kebenaran yang merupakan kata kerja atau akurasi dari tindakan seseorang. Integritas dapat dianggap sebagai kebalikan dari kemunafikan, yang menganggap konsistensi internal sebagai suatu kebajikan, dan menyarankan bahwa pihak-pihak yang memegang nilai-nilai yang tampaknya bertentangan harus account untuk perbedaan atau mengubah keyakinan mereka.1 Dengan demikian, seseorang dapat menghakimi bahwa orang lain memiliki integritas sejauh bahwa mereka bertindak sesuai dengan, nilai dan prinsip keyakinan mereka mengklaim memegang. Integritas (shiddiq) seorang penegak hukum adalah landasan penting dari setiap sistem berdasarkan supremasi dan objektivitas hukum.
1 Kata “integritas” berasal dari kata sifat Latin integer (utuh, lengkap) Dalam konteks ini, integritas adalah rasa batin “keutuhan” yang berasal dari kualitas seperti kejujuran dan konsistensi karakter. Abstraksi mendalam Sebuah sistem nilai dan berbagai interaksi yang berlaku juga dapat berfungsi sebagai faktor penting dalam mengidentifikasi integritas karena kongruensi atau kurangnya kongruensi dengan pengamatan. Sistem nilai yang dapat berkembang dari waktu ke waktu sementara tetap mempertahankan integritas jika mereka yang mendukung account nilai untuk dan menyelesaikan inkonsistensi.
Menurut Burt Nanus dalam “The Seven Keys to Leadership in a Turbulent World”, integritas itu dimana seorang pemimpin berlaku fair, jujur, terpecaya, peduli, terbuka, loyal, dan punya komitmen yang tinggi. Melakukan yang benar dalam pekerjaan adalah benar (haq) meskipun orang lain tidak melakukannya, sedangkan melakukan yang salah (bathil) adalah tetap salah meskipun orang lain melakukannya. Disinilah seorang pemimpin dituntut untuk memiliki moralitas yang tinggi dalam menjalankan kepemimpinannya. Karena sesungguhnya tindakan itulah yang dapat menjamin kemajuan. Bekerja juga harus membuang prinsip hanya mencari keuntungan besar semata atau hanya sekedar lepas dari tanggung jawab. Pekerjaan yang baik dengan sifat shiddiq adalah manajemen yang dijalankan secara jujur, adil, sehat dan tidak sampai mezalimin bawahannya bahkan jangan sampai merugikan negara.
Karakteristik sebuah integritas ini wajib dibangun dalam tiap pimpinan dalam level apapun hingga menyatu dalam karakter kepemimpinannya. Tekad untuk mewujudkan karya terbaik berdasarkan karakter integritas merupakan landasan utama keberhasilan sebuah instansi menghadapi sebuah kemajuan maupun menjadikan dirinya sebagai yang terpuji dan Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 6

terpercaya. Suatu tekad yang bukan saja strategis tapi juga semakin langka diterapkan dalam budaya kerja saat ini.
Disamping sifat shiddiq sifat amanah (akuntabel) yaitu jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Makkah dengan gelar al Amin yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi nabi dan rasul. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Makkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong. Akuntabel mempunyai pengertian bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu menjaga amanah yang diembannya dan bisa dipertanggunjawabkan. Beliau tidak pernah menggunakan wewenang (kompetensi) dan otoritasnya sebagai nabi dan rasul atau sebagai pemimpin bangsa Arab untuk kepentingan pribadi, keluarga dan sukunya, namun yang dilakukan beliau semata untuk kepentingan Islam semata. Sebagai contoh dalam suatu riwayat diceritakan bahwa salah seorang sahabat yang bernama Abu Thalhah pernah memberikan sebidang tanah yang subur kepada beliau tapi beliau tidak menggunakan tanah itu dengan seenaknya, tetapi beliau mencari sanak saudara Abu Thalhah yang berkehidupan kurang layak dan memberikan tanah itu untuk mereka, supaya taraf perekonomian mereka meningkat.
Bahwa amanah merupakan salah satu dari sifat wajib bagi para nabi dan rasul. Amanah artinya dapat dipercaya, lawannya adalah khianat. Pemimipin yang dipercaya artinya segala kegiatan baik ucapan maupun perbuatannya selalu dipercaya dan diyakini oleh bawahannya suatu kebenaran. Seseorang pimpinan dapat dikatakan dapat dipercaya, apabila ia dapat melaksanakan amanah atau kepercayaan dari orang lain kepadanya. Sifat amanah ini sejak kecil dimiliki oleh nabi, karena sifat amanahnya ini dipercaya menggembala kambing milik pamannya dan tetangganya. Atau ketika dipercaya membawa barang dagangan Siti Khadijah. Keadaan wajib menanggung segala sesuatunya,tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja, tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Nabi Muhammad SAW. dikenal sebagai orang yang jujur dan teguh memegang janji. Jika ada orang yang hendak menitipkan barang, maka yang dicari adalah Nabi Muhammad SAW. Ia sering mengorbankan kepentingan sendiri hanya untuk menepati janji. Suatu hari beliau pernah Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 7

menjual beberapa ekor unta. Setelah terjual dan pembelinya pergi, beliau teringat bahwa ada di antara unta yang dijual itu yang cacat. Beliau segera menyusul pembeli tersebut dan mengembalikan uangnya. Oleh karena itu, tidak heran jika semua penulis sejarah mengatakan bahwa beliau ini mendapat gelar al Amin.
Seorang pimpinan baru dapat dikatakan amanah jika hasil pekerjaan tidak ada penyelewengan atas jabatannya dan tidak takut ketika diaudit oleh akuntan publik karena memang ia bekerja di jalannya (rel yang benar). Jangan sampai pimpinan ketika tidak menjabat lagi justru malah berurusan dengan aparat penegakkan hukum karena terindikasi adanya penyalahgunaan dan penyelewenangan wewenang selama memangku jabatan, potret kepemimpinan seperti inilah rasa-rasanya terekam dalam benak masyarakat ketika menonton, mendengar dan membaca dari mass media terlalu banyak pembesar negeri ini ketika masih menjabat, atau diakhir masa jabatannya bahkan ketika pensiun malah menjadi penghuni hotel prodeo akibat menjalahi standar operasional prosedur yang telah ditentukan.
Disamping sifat amanah, sifat yang ditonjolkan Nabi Muhammad SAW. adalah tabligh artinya menyampaikan (transparansi). Segala firman Allah SWT. sebagai titipan yang ditujukan untuk manusia, disampaikannya tanpa dipotong atau disunat satu ayatpun. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung persaannya. Tabligh (transpran) sifat ini mempunyai pengertian bahwa beliau selalu menyampaikan segala sesuatu yang diwahyukan Allah SWT. kepadanya meskipun terkadang ada ayat yang substansinya menyindir beliau seperti yang tersurat dalam surat Abbasa, dimana Rasulullah mendapat teguran langsung dari Allah SWT. pada saat beliau memalingkan mukanya dari Abdullah Ummu Maktum yang meminta diajarkan suatu perkara sama sekali tidak disembunyikan oleh beliau. Beliaupun tidak merasa kwatir reputasinya akan rusak dengan sindiran Allah SWT. tersebut, justru sebaliknya para sahabat tambah meyakini akan kerasulan beliau.
Tabligh juga dapat diartikan bahwa sebuah media komunikasi yang memiliki korelasi yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Kemampuan berkomunikasi akan menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya. Setiap pemimpin memiliki pengikut guna merealisir gagasannya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Disinilah urgensinya kemampuan Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 8

berkomunikasi bagi seorang pemimpin, untuk mempengaruhi perilaku bawahannya. Inilah hakekatnya dari suatu manajemen dalam organisasi. Nabi Muhammad SAW. dikenal sebagai komunikator ulung. Beliau berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai kadar intelektualitas dan lingkup pengalaman orang yang dihadapinya.
Dalam teori komunikasi itu disebut sebagai frame of reference (kerangka dasar ilmu pengetahuan) dan field of experience (lingkup pengalaman). Jauh sebelumnya, yakni empat belas abad yang lalu, beliau sudah menganjurkan kepada para sahabat tentang pentingnya kedua faktor itu dalam menjalin komunikasi yang efektif. Sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari mengungkapkan bahwa Nabi bersabda “Ajaklah mereka berbicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui”, inilah yang disebut field of experience. Sedangkan pada sebuah hadis lain yang diriwayatkan Ad-Dailami, Nabi bersabda “Aku diperintahkan untuk berbicara dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan berfikir mereka”, inilah yang diistilahkan field of reference.
Dalam rangka menghindari terjadinya distorsi atau salah pengertian yang merupakan hambatan komunikasi, selalu berbicara dengan tenang dan jelas. Istri beliau, Aisyah, menceritakan, “Rasulullah tidaklah berbicara seperti yang biasa kamu lakukan (yaitu berbicara dengan nada cepat). Namun beliau berbicara dengan nada perlahan dan dengan perkataan yang jelas dan terang lagi mudah dihafal oleh orang yang mendengarnya.”(HR.Abu Daud). Dalam kesempatan lain Aiysah juga berkata, “Tutur kata Rasulullah sangat teratur, untaian demi untaian kalimat tersusun dengan rapi, sehingga mudah dipahami oleh orang yang mendengarkannya.”(HR.Abu Daud). Bahkan beliau sering melakukan penegasan dengan menaikkan nada (affirmation) dan pengulangan (repetition) agar ucapannya dapat dimengerti dan difahami dengan baik. Sebagaimana diriwayatkan, Anas bin Malik mengatakan: “Rasulullah sering mengulangi perkataannya tiga kali agar dapat dipahami.”(HR.Bukhari).
Sebagai seorang pimpinan juga sebagai komunikator, harus memiliki dua faktor penting yang harus ada pada komunikator yakni kepercayaan audiens/lawan bicara kepada komunikator (source credibility) dan daya tarik komunikator (source attraction). Dalam komunikasi, tidak hanya mengandalkan bahasa verbal, tetapi juga melalui bahasa tubuh (body language), bahasa imajerial, bahasa isyarat dan berbagai bahasa non-verbal lainnya, senantiasa Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 9

berpikir. Pimpinan seharusnya lebih banyak diam, dan berbicara seperlunya serta lebih banyak berbuat. Ucapannya selalu padat, detail, dan jelas, tidak lebih dan tidak kurang, tidak kasar serta tidak merendahkan bahwannya. Jika kebenaran dilanggar tidak akan diam hingga kebenaran itu ditegakkan. Tidak pernah marah dan tidak pula memperjuangkan kepentingan pribadi dan golongan tertentu. Ketika menunjuk dan memerintahkan sesuatu, seharusnya selalu menggunakan seluruh telapak tangannya.
Sebagai pelengkap dari ketiga sifat di atas, adalah fathonah (profesional) artinya cerdas, mustahil Nabi itu bodoh atau jahil. Dalam menyampaikan 6.666 ayat al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa. Nabi harus mampu menjelaskan firman-firman Allah SWT. dan maksud firman itu kepada umatnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya. Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan terpecah-belah serta saling perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam 1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa.
Sifat fathonah (cerdas, intelek) adalah suatu keniscayaan untuk para nabi dan rasul karena tidak mungkin Rasulullah bisa menyampaikan wahyu yang berupa al Qur’an yang sedemikian banyaknya hingga mencapai 6.666 ayat tanpa ada yang salah dan keliru satupun. Jika beliau tidak mempunyai fondasi intelektual yang tinggi hal itu mustahil terjadi. Kecerdasan Rasulullah tidak hanya intelektual semata tetapi juga cerdas dari segi emosional dan spiritual. Kualifikasi seorang pemimpin, salah satu diantaranya adakah profesional yakni memiliki kemampuannya dalam mengelola emosi dirinya dan emosi orang yang dipimpinnya atau dikenal dengan Emotional Intelligence sehingga seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional dituntut mampu memahami emosi dirinya, emosi orang yang dipimpinnya serta mampu mengelola emosi-emosi tersebut dalam hubungan sosial untuk mewujudkan tujuan bersama. Kemampuan tersebut diperlukan dalam merespon kondisi dan situasi, dan hanya pemimpin yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi yang akan diterima dan memberi harapan kepada orang yang dipimpinnya. Tauladan Sifat Kerasulan oleh Al Fitri Hal. 10


C. Penutup.

Meneladani prinsip Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari, yaitu jujur / integritas (siddiq), tanggung jawab / akuntabel (amanah), transparan (tabligh), dan bersifat professional (fathonah) merupakan kunci sukses dalam setiap bidang kehidupan dan kepemimpinan.
Kepemimpinan yang berintegritas merupakan kepemimpinan yang mampu memberi insipirasi kepada yang dipimpinnya untuk menyumbangkan fikiran, tenaga dan kemampuan mereka yang terbaik demi tercapainya tujuan bersama. Pemimpin yang berintegritas dalam konsepsi Islam mempunyai sejumlah karakteristik atau ciri tertentu antara lain: (a) Shiddiq; mempunyai akhlaq yang mulia, jujur, (b) Amanah; beriman, bertaqwa dan akuntabel, dipercaya, (c) Fathonah; cerdas, mempunyai kompetensi, mempunyai visi ke depan yang jelas, dan (d) Tabligh; terbuka, kebersamaan, dan komunikatif.